Take a Drink Together (Chapter 6 – Absinth)

take-a-drink-together-chap6

Take a Drink Together

presented by pearlshafirablue

Do Kyungsoo [EXO-K] – Kim Taeyeon [GG]

| Action, AU, Mystery, Romance | PG-15 | Chaptered [6 – {Absinth} of ?] |

All of the characters are God’s and themselves’. They didn’t gave me any permission to use their name in my story. Once fiction, it’ll be forever fiction. I don’t make money for this. Inspirated by Aoyama Gosho’s Detective Conan The Series.

Previous Chapter
Prolog . 1 . 2 . 3 . 4 . 5

A/N
The title is inspired by Davichi’s song; Take A Drink Together. But only the title. Not the story. POV in every chapter maybe changed. So, read carefully. Warning, age manipulation!

-o0o-

Bagaimana?

Suara itu terdengar sangat kecil—nyaris seperti bisikan. Tetapi lelaki berambut jarang tersebut tetap mendengarnya. Ia menaikkan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya dengan jari telunjuk.

Lost.” Hanya satu kata itu yang keluar dari bibirnya. Terdengar helaan nafas panjang di seberang sana.

“Okay, then. Report?”

Lelaki berpostur tegap bak atlet itu membuang napas kasar. Ia sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk. Ia siap menjauhkan ponselnya jika wanita itu membentaknya. “Bebek memberontak. Salah satu buaya jatuh.”

Sudah kuduga.” Alih-alih membentak, yang diajak bicara malah terkekeh—seolah-olah perkataan lelaki mancung itu bukan sebuah masalah besar. “Terimakasih atas hari ini. Kau bekerja sangat baik.”

Tuut.

Koneksi terputus.

-o0o-

“A-apa?” Aku menaikkan sebelah alis. Apakah barusan aku salah dengar?

Kyungsoo malah menghela nafas, ia memandang lurus ke depan—menghiraukan wajahku yang kini sudah kusetel seheran mungkin. “Ya. Orangtuaku memang belum meninggal.”

“T-tapi… tapi ka-kata Unnie orangtuamu sudah—”

“Memang pernyataan itulah yang orang-orang ketahui mengenai orangtuaku.” Kyungsoo merotasikan bola matanya ke arahku—menatapku dengan intens. “Kau satu-satunya orang luar yang mengetahui hal ini.”

Aku meneguk salivaku banyak-banyak. Masih belum percaya dengan apa yang dikatakan Kyungsoo. “Lantas? Itu berita bagus ‘kan?” Kini aku memutar tubuhku ke samping—menghadap ke arahnya.

“Bagus?” Kyungsoo mendengus remeh. “Aku malah berpikir lebih baik orangtuaku meninggal saja.”

Pernyataan Kyungsoo jelas menohok hatiku. Aku menggigit lapisan bibir bawah, “ke-kenapa?” Tanyaku perlahan—berusaha tidak terlihat ingin ikut campur.

“Lebih baik kau tidak tahu.” Kyungsoo kembali menatap hamparan awan putih di hadapan kami. Bibirnya membentuk senyuman tipis. “Aku tidak mau kau ikut terjun ke dalam urusan ini. Ini jauh lebih rumit dari apa yang kau bayangkan. Kau bisa saja menjadi sepertiku, dipukuli hingga seluruh wajahmu babak belur.”

Aku menarik kerah pakaiannya dengan cepat. Ia terperangah dan menatapku terkejut. Kini jarak wajahku dengan wajahnya hanya beberapa sentimeter. “Dengarkan aku, seminggu belakangan ini kau sudah kuanggap sebagai teman. Bahkan aku merasa kau lebih dekat denganku dibanding Sunkyu ataupun Jongdae. Aku sering membantumu, dan kau masih tetap berusaha menyembunyikan sesuatu dariku? Apa kau sinting? Mana rasa terimakasihmu?”

Tubuh Kyungsoo menegang—aku bisa merasakannya. Bola mata lelaki berbibir tebal itu bergerak liar. Ia menatapku tidak percaya.

Sejurus kemudian aku melepas cengkramanku dari kerahnya. Tangan kanan lelaki itu sempat menopang tubuhnya yang nyaris membentur tanah. Aku meniliknya dengan tajam. “Sebahaya apapun hal itu, aku tetap harus mengetahuinya. Aku satu-satunya temanmu, Do Kyungsoo. Aku yakin tidak ada orang lain selain diriku yang sudah mengenalmu sejauh ini. Bahkan aku yakin hanya akulah murid SHS yang pernah menginjakkan kaki di rumahmu. Serumit apapun masalahnya, aku akan tetap membantumu. Apakah kau tidak pernah merasa tersiksa karena menyimpan semuanya sendiri? Aku tahu rasanya lebih sakit dari memar-memar yang telah dibuat noona-mu itu. Tell, and we will solve it. Let’s take a drink together.”

Aku merasa seperti di adegan-adegan film boxmovie. Tiba-tiba saja terdengar suara petir menyambar. Sangat menggelegar. Dan langitpun mulai menggelap.

Kyungsoo masih menatapku dengan tatapan yang sedikit sulit kutafsirkan. Akhirnya tubuh mungil itu bangkit, sejajar dengan posisiku sekarang. Ia mendekatkan bibirnya ke wajahku. Aku menutup mata dan perlahan kudengar sesuatu berbisik di telinga kananku, “terimakasih.”

Hanya satu kata itu yang bisa kudengar—atau memang hanya kata itulah yang ia ucapkan. Akhirnya Kyungsoo menarik wajahnya kembali. Ia menatapku, dengan sedikit sunggingan di bibirnya.

“Ini akan menjadi kisah yang panjang.”

-o0o-

Aku bergidik ngeri.

Tubuhku bergetar hebat.

Aku menyumpahi kebodohan diriku karena sejak awal tidak mendengarkan peringatan Kyungsoo.

Sialan.

“Taeyeon?” Suara Kyungsoo terdengar jauh sekali. Padahal siapapun bisa melihat bahwa ia berada di sampingku. Aku meremas tanganku yang terasa dingin.

“Apakah kau tidak bercanda? Aku mohon, ini bukan film.” Aku menatap Kyungsoo dengan tatapan memohon—ingin rasanya kudengar bahwa penjelasannya barusan hanyalah sebuah candaan.

Tapi kurasa tidak mungkin.

“Bukankah sudah kubilang masalahnya serumit ini?” Kyungsoo menyerngit. Ia mendengus pelan. “Seharusnya aku tidak bercerita apapun padamu.” Lelaki bermarga Do itu merotasikan pandangannya ke atas, ke arah langit yang mulai menggelap.

Aku terpekur sesaat.

“Jika kau lahir tanpa sedikitpun jiwa ilmuwan dalam dirimu, apa yang terjadi?” Pertanyaanku terdengar sederhana, tetapi aku tahu jawabannya tidak sesederhana itu.

“Simpel,” oh, ternyata perkiraanku salah. “Aku tidak akan pernah bertemu kau. Tidak akan pernah menjejakkan kaki di SHS. Tidak. Tidak akan.” Kyungsoo menarik ujung bibirnya, membentuk sebuah senyuman lirih.

Aku menilik setiap senti garis wajahnya. Goresan Tuhan yang tercipta begitu indah itu kini terlihat cukup menyedihkan. Bukan karena faktor lebam atau memar yang masih terpatri dengan jelas di wajahnya, melainkan karena faktor psikis yang begitu memengaruhi setiap lekuk di kulit tanpa pigmen miliknya.

Tidak ada yang tahu bahwa Kyungsoo saat ini tinggal bersama seseorang yang sedang gencar-gencarnya dicari di seluruh dunia. Pemimpin sindikat gelap tingkat dunia yang kini bersemayam di Seoul, pemasok gin dan vodka illegal terbesar di Asia, pembuat racun paling mematikan sejagat raya, serta perancang program pengkloningan manusia yang sudah jelas dilarang oleh hukum PBB.

Stephanie Hwang.

Atau silakan kita panggil dia,

Absinth.

Miss Absinth adalah anak semata wayang Jean Dominique Hwang, pendiri Anheuser-Busch corp. yang berpusat di kota St. Louis, Amerika Serikat. Wanita kelahiran 1989 itu berhasil menduduki jabatan tertinggi saat ayahnya meninggal dunia, karena penyakit yang sudah tidak asing di telingaku, serangan jantung.

Seiring berjalannya waktu, perusahaan bir Budweiser itu berkembang pesat. Hingga tak lama terdengar kabar burung bahwa pewaris tunggal Anheuser-Busch corp. membuat cabang di Asia dan Eropa.

Dari apa Kyungsoo telah katakan, menurutnya Miss Absinth merasa bahwa perusahaan warisan ayahnya itu belum cukup baginya. Akhirnya ia menghubungi ilmuwan-ilmuwan terkemuka dan pembunuh-pembunuh kelas kakap yang tersebar di segala penjuru dunia untuk bertemu dengannya di Los Angeles, kota kelahiran wanita keturunan Amerika-Korea itu.

Setelah berdiskusi dan bernegosiasi selama lebih dari 2 tahun, berdirilah sebuah organisasi gelap yang berpusat di Los Angeles. Organisasi yang memiliki nyaris 500 personil itu membentuk sindikat rahasia yang menentang hukum dengan tujuan untuk menguasai dunia.

Seperti yang telah kusebutkan, program-program yang ada dalam list mereka antara lain; membuat racun dan obat-obatan genetika yang mendukung pengkloningan manusia.

Kalian dengar ‘kan? Pengkloningan!

Aku tidak bisa bayangkan jika mereka berhasil membuat paling tidak 10 manusia hasil kloning. Tidak apa-apa jika sistem kerja otaknya sama seperti manusia asli. Tetapi sejauh yang aku tahu, manusia hasil kloning melakukan apa saja yang mereka inginkan. Contoh paling buruk adalah membunuh banyak orang tak berdosa dan menikmati setiap jerit sakit yang mereka keluarkan. Itulah yang kubaca di buku-buku dan novel-novel non-fiksi. Manusia kloning sangat berpotensi untuk menjadi psikopat.

Dan yang paling aku tidak bisa percaya, salah satu ilmuwan jenius yang mengerjakan program ini adalah orangtua dari seorang lelaki pendiam yang satu kelas denganku.

Do Kyungsoo.

Aku ulangi, Do Kyungsoo. Lelaki yang kini tengah duduk di sebelahku, menceritakan setiap kisah buruk dan garisan takdir Tuhan yang tidak pernah selaras dengannya. Lelaki yang menurutnya tidak pernah bahagia. Sampai kapanpun.

Akhirnya aku bisa sedikit bernapas lega ketika orangtua Kyungsoo sadar bahwa pekerjaan mereka salah. Kyungsoo masih kelas 6 SD saat orangtuanya menyerahkan surat pengunduran diri kepada Miss Absinth—pendiri sekaligus pemimpin organisasi gelap itu.

Tetapi tidak semudah itu keluar dari sindikat rahasia milik Miss Absinth setelah mengetahui seluk beluk dan semua rahasia perusahaan. Ya, kedua orangtua Kyungsoo adalah salah satu dari ilmuwan inti yang sedang mengerjakan sebuah obat, bernama Cổs’ Delepro 1477.

Absinth yakin kalau obat itu adalah obat paling mematikan sedunia. Dengan campuran dari beberapa tumbuhan langka yang hanya dapat ditemukan di hutan-hutan Sumatera, Indonesia.

Dan tidak ada satupun ilmuwan yang bisa meneruskan projek obat itu kecuali Tuan Do dan Nyonya Do.

Absinth-pun sudah memikirkan hal itu jauh-jauh hari, sebelum menjatuhkan ultimatum kepada pasangan Do. Dirinya tetap meminta—atau lebih tepatnya memaksa—Tuan Do dan Nyonya Do untuk tetap menjadi bagian dari dirinya dan organisasinya. Semua rencana wanita itu akan gagal jika 2 ilmuwan jenius yang berdomisili di Seoul itu keluar dari projek ini.

Tetapi pasangan suami istri Do itu bersikeras dan menentang setiap perintah yang dikeluarkan oleh Absinth. Tuan Do berpikir bahwa dirinya dan isterinya sudah terlalu banyak membuat kesalahan. Ia ingin hidup tenang di Seoul bersama anak sematawayangnya, Kyungsoo.

Mengetahui hal tersebut, Absinth menjadi murka. Ia menyekap 2 orang jenius yang menurutnya bodoh itu di tempat yang tidak Kyungsoo tahu sampai detik ini. Absinth akhirnya mencari Kyungsoo di Seoul. Sosok Do Kyungsoo yang ceria dan usil itu menghilang tepat ketika Absinth mengetahui bahwa Kyungsoo sudah punya daya tarik dalam ilmu sains khususnya genetika.

Dan tidak sampai setahun, Absinth memperkerjakan Kyungsoo dalam organisasi—melanjutkan projek kedua orangtuanya—, memberinya tempat tinggal, dan menanggung seluruh biaya hidup lelaki itu.

Kyungsoo tidak pernah mendengar kabar mengenai kedua orangtuanya sejak 4 tahun yang lalu. Sejak Absinth mengatakan kepadanya bahwa jika Kyungsoo berani untuk berbuat kesalahan atau tidak mematuhi perintahnya sekali saja, orangtuanya yang kini disiksa dan disekap oleh orang-orang organisasi akan mati di depan matanya dengan cara sadis. Mutilasi? Hal itu terdengar lebih baik dibanding mengeksplorasi tubuh kedua orangtua Kyungsoo.

Dan sampai detik ini, Kyungsoo tetap bekerja dan mematuhi setiap perintah sang Noona hanya karena satu alasan itu.

Terdengar klise.

“Aku membawa pistol kemana-mana karena memang itulah perintah Miss Absinth. Bisa saja tiba-tiba aku ditugaskan untuk… membunuh.”

Mataku melebar dua kali lipat mendengar pernyataannya yang memecah keheningan di siang itu. Aku mencengkram pundaknya kuat hingga membuatnya menoleh kasar ke arahku. “Me-membunuh? Tu… tugasmu hanya melanjutkan projek orangtuamu saja ‘kan?”

Aku mohon jawab iya.

“Tidak.” Aku terperangah mendengar jawabannya. “Kau ingat saat kejadian di lorong kecil dekat perumahan warga seminggu yang lalu? Saat kau pertamakalinya bertemu dengan Absinth?”

Otakku memutar memori-memori lama mengenai aktivitasku beberapa hari yang lalu. Hingga akhirnya berhenti pada sebuah peristiwa dimana 2 orang lelaki berbadan kokoh memukuli Kyungsoo. “I-iya?”

Kyungsoo melanjutkan, “saat dimana aku menembak seorang lelaki besar karena memukul daguku?” God. Aku berusaha untuk tidak mengingat yang satu ini. Tapi aku hanya bisa mengangguk tanpa suara. “Kau mau tahu mengapa tiba-tiba saja 2 lelaki besar bak preman itu tiba-tiba mendatangiku yang sedang mengobrol dengan Absinth di dalam mobil dan mengajakku bicara?”

Aku menggeleng. Tatapanku tidak teralihkan barang sedetikpun dari kedua manik matanya yang besar dan memancarkan sinar rapuh. Boleh dia membawa pistol kemana-mana, tetapi aku tahu. Hati lelaki ini masih fragile. Ia masih 16 tahun.

“Mereka berdua adalah orang-orang suruhan Joonmyun.”

Aku kembali terperanjat. Kututup mulutku yang mulai membuka lebar dengan kedua tangan. “A-apa?! Jangan bilang Joonmyun punya relasi dengan semua ini.”

“Bisa jadi. Tetapi, sebenarnya tidak juga.” Perkataan Kyungsoo terdengar ambigu. Ia menoleh ke arahku. “Perusahaan Joonmyun dan ayahnya adalah perusahaan bersih, tidak seperti milik Absinth. Tetapi bisnis perusahaan ayah Joonmyun mulai menggeser perusahaan bir warisan Mr. Hwang yang masih berdiri dengan kokoh di St. Louis. Dan kau tahu pasti, seorang wanita ambisius seperti Absinth tidak rela hal ini terjadi. Ia berusaha bernegosiasi dengan ayah Joonmyun untuk paling tidak bekerja sama dengannya. Tetapi dengan tegas Tuan Kim menolak. Hingga akhirnya Absinth mematri dendam dalam diri Tuan Kim. Ia akan melakukan segala cara agar membuat perusahaan Tuan Kim runtuh. Termasuk mengancamnya dengan berusaha membunuh sang anak…”

“Anak?” Aku melotot. Mendadak sebuah hipotesa lewat di kepalaku. “Jangan-jangan… Joonmyun kecelakaan karena—”

“Ya.” Kyungsoo mengangguk datar. “Aku. Akulah dalang dari kecelakaan itu.” Perkataan Kyungsoo membuat tubuhku bergidik. Aku meremas jaketku yang mulai basah karena keringat. Kyungsoo. Seorang lelaki yang tidak segan membunuh siapapun termasuk ketua kelasnya sendiri, Kim Joonmyun.

“Tetapi kau harus tahu, bahwa aku sudah melakukan cara terbaik untuk menggagalkan tugas itu. Absinth memberiku perintah untuk membunuhnya langsung dengan pistol, dan membawa mayatnya pergi keluar negeri. Alih-alih membunuhnya, aku hanya menyerempetkan mobil pinjaman Absinth dengan mobil keluarganya, membuat mobil itu terguling dan berusaha keras agar hanya Joonmyun korban yang terluka.”

“Ta-tapi apa Absinth tidak menyadarinya?” Aku bertanya dengan penuh amarah. Entah ditujukan kepada siapa. Karena Kyungsoo tidak bersalah sama sekali dalam hal ini.

“Apa menurutmu tubuhku yang babak belur dan perutku yang kosong selama ini bukan merupakan hukuman?” Kyungsoo menatapku sarkastis. Pertanyaan retorisnya jelas tidak kujawab. Aku termangu dalam diam yang panjang.

Krrieek

Aku bisa mendengar suara itu dengan jelas. Sangat jelas. Leherku menoleh ke belakang dengan spontan. Ada suara-suara yang mulai mendekat.

Pandanganku bertemu dengan milik Kyungsoo.

“Sial. Kita harus kabur!” Seru Kyungsoo setengah berbisik. Ia menarik tanganku dengan kasar, menuju ujung atap.

“Te-tetapi tidak ada jalan keluar! Kita di atap!” Suaraku nyaris tidak terdengar. Kupandangi jalanan di bawah yang terasa sangat jauh. Perlahan luka di bahuku kembali terasa.

“Dengar,” Kyungsoo membalik tubuhku hingga menghadap ke arahnya. “Ini memang sedikit berbahaya, tapi aku tahu kau bisa.”

“A-apa?!” Aku tidak memercayai pendengaranku. Jangan bilang lelaki kelewat gila ini menyuruhku untuk lompat.

“Lihat. Ada pipa-pipa air menempel di dinding bangunan ini. Memang terlihat tidak kuat, tapi inilah jalan kita satu-satunya. Setelah itu, jika kau merasa jarakmu sudah cukup dekat dengan kanopi di bawah sana, itu, yang itu, kau lompat saja, aku yakin kau akan selamat.” Kyungsoo menjelaskan dengan penuh kesabaran. Aku memandang deretan pipa-pipa air yang akan menopan hidupku sehabis ini. Kemudian, aku menyadari sesuatu.

“Apa maksudnya dengan ‘kau’? Kita ‘kan seharusnya?” Aku memicingkan kedua bola mataku dengan curiga.

“Aku akan disini. Menahan mereka. Kau pasti lama sampai di dasar. Ayo turun!” Kyungsoo setengah mendorong. Aku berbalik dan menatapnya dengan intens.

“Kau ingin mati, eoh? Kalau begitu, matilah bersamaku. Aku juga akan disini.” Ulasku tegas sembari melipat kedua tangan di dada.

Kyungsoo menatapku dengan frustasi. Akhirnya ia mengangguk dan menuntunku untuk menapak pipa paling dekat dekat. Tubuhku bergetar hebat tatkala pipa paralon itu bergetar juga. Kyungsoo memelukku dengan sangat erat. Hingga akhirnya saat di tengah-tengah kami harus memanjat sendiri-sendiri.

Aku bisa mendengar keriuhan dari atas. Seulas senyum tersungging di bibirku—sedikit merasa menang.

Kyungsoo sampai pertama. Ia menjejak jalanan dengan selamat. Ia terus menatapku yang masih kesulitan dengan pipa-pipa tipis ini.

“Ayolah! Mereka bisa saja turun dan menemukan kita!” Seru Kyungsoo dan tetap berusaha agar suaranya hanya bisa didengar olehku.

“S… s-sabar…” Aku terbata-bata. Kian lama ketebalan pipa-pipa yang kuinjaki berkurang. Hingga akhirnya aku hanya berjarak 10 meter dari kanopi putih.

Krreek!

Tidak ada yang tahu pipa terakhir yang kuinjak patah. Tidak ada. Termasuk aku.

Kini jarakku masih terpaut jauh jika ingin menjatuhkan diri di atas kanopi. Tubuhku terlempar begitu saja tatkala tubuhku merespon.

Aku menutup mataku.

BRRAK!!!!

.to be continued.

P.S
Yehaaa udah update lagi 😆 Sekarang semuanya udah jelas kan disini :3 Sebenernya TADT ini udah sampe chapter 8, jadi mungkin aku bakalan ngebut nge-post-nya xD Oiya, aku mau hiatus nih ;_; doain ya aku keterima di SMA yang aku inginkan xD thanks buat semua readers yang udah ngikutin FF ini dari awal:”)))
DON’T FORGET TO DROP YOUR COMMENT

7 thoughts on “Take a Drink Together (Chapter 6 – Absinth)

  1. huahh…
    rumit bangetttt Thor..
    bneran deh, ff ni ttp daebak.. 😀
    update lg ya thor.. kekeke 😀

    huhuhu, skrng lg pke akun ini dulu, akun wp yg ono lg kacau#gx ada yg nanya kale# hehehe 😀

    wah, baru mau masuk SMA ya, sama dong 🙂 senasib kita#gx ada yg peduli#
    ya udh deh, reader heboh ini mau undur diri, komentnya udh kpanjangan 😀

  2. Uwoooohh!! Taeyeon knp??
    Apa ditolong kyungsoo? Ato apa gtu? *heboh*
    Aaaaaa.. Aku mkin penasaran.. XD
    Lanjut thor..
    Dan fighting buat msuk sma-nya, ya thor.. 😀

Leave a reply to pearlshafirablue Cancel reply