Beauty & Beast [Chapter 11]

Beauty & Beast [Chapter 11]

Beauty & Beast – Chapter 11

Author : Choi Seung Jin @cseungjinnie

Genre : Fantasy, Historical, Supernatural, OOC

Ranting : General Audience

Leigth : Chaptered

Main Cast :

EXO in English Name

Supporting Cast :

Jessica SNSD as Jessica

Sulli f(x) as Sulli

Minho SHINee as Minho

Henry SJ-M as Henry

Prolog | Chapter 1 | Chapter 2 | Chapter 3 | Chapter 4 | Chapter 5 | Chapter 6 | Chapter 7 | Chapter 8 | Chapter 9 | Chapter 10

Note :

  • Storyline belongs to me. ONLY ME! Please respect by comment!
  • SEMUA MEMBER EXO MEMILIKI UMUR YANG SETARA, YAITU 17 TAHUN!! Buat yang menurut readers gak cocok untuk usia 17 tahun, anggap saja muka mereka itu boros’-‘)
  • Ingatlah English name para member EXO. Karena author akan menggunakan nama itu daripada real name atau stage name mereka.
  • English name para member EXO author dapatkan dari http://ohsehunnie1.com/post/43130943930/exos-english-spanish-and-french-names

 

****

Matahari terbit dari timur seperti sewajarnya, namun masih malu-malu untuk keluar dari balik awan. Burung berkicau indah seperti lantunan lagu yang menyambut sang fajar. Tetesan air yang jatuh dari setiap daun di setiap pohon menyegarkan suasana pagi. Hujan semalam berlalu cepat seiring datangnya pelangi. Pagi ini adalah pagi yang indah.

Stephan bangun lebih pagi kali ini, hanya sekedar ingin menjenguk sahabatnya yang masih tertidur di Rumah Sakit dan berharap dia telah bangun. Dia tidak berniat membangunkan yang lainnya dan membiarkan mereka tetap tidur. Apalagi Kevin yang semalaman demam tinggi. Sehingga Stephan harus melangkah dengan suara sekecil mungkin supaya tidak membangunkan siapapun.

Masih mengenakan piyama tidur biru muda dan kimono tidur—ditambah mantel coklat, dia keluar dari gedung asrama dan berjalan santai menuju gedung kecil Rumah Sakit di belakang gedung sekolah. Udara di luar terasa dingin. Mungkin karena tadi malam hujan badai. Hangatnya matahari belum cukup untuk menghangatkan tubuh Stephan yang kini sedang merasa kedinginan.

“Huft.. Dingin sekali,” gumam Stephan yang mengeluh kedinginan. “Seharusnya aku memakai pakaian yang lebih tebal.”

Kondisi sekolah masih terbilang sangat sepi. Tidak ada aktivitas berarti pagi ini. Kebanyakan dari murid masih tidur dan sebagian lagi sudah pulang ke rumah masing-masing. Cobaan berat memang sedang dihadapi oleh sekolah ini. Sebagian besar orang tua murid memutuskan untuk memindahkan anak mereka ke sekolah lain semenjak kejadian 12 werewolf yang mengamuk di tengah malam.

Stephan terus melangkah di atas jalan utama yang mengarah langsung memutari gedung sekolah. Jalan ini adalah jalan yang paling sering dilewati ketimbang harus lewat dalam gedung sekolah. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di depan gedung Rumah Sakit sekolah. Hanya dalam waktu kurang dari 10 menit, Stephan sudah berdiri didepan pintu kayu gedung berukuran 12 x 15 meter itu.

Kreeekk…

Stephan membuka pintu Rumah Sakit secara perlahan. Dia berusaha untuk tidak membuat suara terlalu gaduh saat dia membuka pintu. Dia khawatir jika suster galak menyebalkan yang biasa berjaga, sudah datang pagi ini. Tapi jika dia beruntung, tidak akan ada orang selain Leo didalam.

Dan ternyata Stephan beruntung…

Dia mengeluarkan kepalanya dari balik pintu, ingin melihat keadaan didalam. Tidak ada orang, apalagi suster galak yang dia maksudkan. Itu artinya Stephan aman kali ini. Dia masuk dan menutup pintu dengan perlahan. Langkahnya cepat menuju ranjang Leo yang berada dibalik tirai. Letaknya di ujung ruangan yang paling dekat dengan jendela yang terbuka.

Tunggu! Yang terbuka? Kenapa jendelanya terbuka? Apa sudah begitu dari tadi malam?

Langkah Stephan berakhir melihat ranjang yang ada di balik tirai tanpa memperdulikan rasa curiganya pada jendela yang terbuka. Namun sesuatu yang buruk ia dapatkan. Dia terkejut saat yang didapatnya hanyalah ranjang kosong yang berantakan. Leo sama sekali tidak ada disana. Stephan mulai panik. Leo hilang.

Stephan mencoba menenangkan pikirannya. Mungkin hanya perasaannya yang berlebihan. Mungkin Leo ada di kamar mandi. Dia berusaha untuk tidak panik dan mencoba berpikir positif.

Stephan berlari ke arah satu-satunya kamar mandi disana. Dia berharap Leo sedang da di kamar mandi. Stephan mengetuk perlahan pintu kamar mandi. “Leo?” Semoga ada yang menjawab.

Tidak ada jawaban. Jika memang kamar mandi itu ada orang, pastilah pintunya dikunci. Maka dari itu Stephan mendorong sedikit pintu kamar mandi. Ah! Pintu langsung terbuka dan tidak ada orang didalamnya.

Jendela!

Stephan berlari menuju jendela yang terbuka. Dan yang benar saja, diluar gedung Rumah Sakit, pintu pagar paling belakang sekolah telah rusak—atau lebih tepatnya dirusak oleh seseorang.

Seseorang telah merusak pintu pagar. Dia pergi lewat pintu itu dan orang itu adalah Leo.

 

****

Masalah baru kini muncul. Leo lagi-lagi ikut menghilang. Menambah beban pikiran Pak Jim dan kesepuluh Wolf Boys yang tersisa. Pekerjaan Pak Jim sekarang bertambah. Dia harus melakukan penyelidikan dengan hilangnya Leo dan membuat analisa. Hilangnya Leo memiliki 2 kemungkinan, para vampire itu berhasil memanfaatkan kelengahan dan menangkap Leo; atau Leo sendiri yang kabur tanpa alasan yang jelas.

Jejak Leo sudah hilang oleh hujan badai tadi malam. Jejak Leo hilang persis saat dia keluar dari jendela. Itu artinya dia pergi saat badai. Jika sudah begini akan sulit melacak Leo.

Kejadian ini membuat Pak Jim menyuruh 10 Wolf Boys yang tersisa untuk tetap berada di kamar mereka dan tidak boleh keluar sampai ada pemberitahuan selanjutnya dari Pak Jim. Tidakan ini sama saja seperti pengurungan bagi para Wolf Boys. Tapi mau bagaimana lagi. Ini demi kebaikan mereka juga.

“Ah! Yang benar saja. Sampai kapan kita terus disini?” keluh Alex emosi.

“Sampai Pak Jim mengizinkan kita keluar,” jawab Thomas asal.

Alex berdecak kesal karena pertanyaannya dibawa enteng oleh sahabatnya sendiri. Pandangannya beralih ke Kevin yang dari tadi hanya tiduran di atas ranjangnya dengan lengannya yang menutupi matanya. Sejak kemarin malam, anak itu mengalami panas tinggi hingga sekarang. Mungkin karena kelelahan atau semacamnya.

“Apa dia baik-baik saja?” Tanya Alex yang mengarah kepada Kevin.

“Aku tidak apa-apa,” terdengar suara Kevin yang seperti sedang mengigau. Aneh jika tiba-tiba Kevin mengalami demam tinggi seperti ini.

“Istirahat yang banyak, kawan!” Kata Richard sambil menepuk kaki laki-laki yang terbaring di ranjang itu.

“Bagaimana ini? Kemarin Edison menghilang. Sekarang Leo juga menghilang,” Bernard bersuara dengan rasa cemas. Dua orang yang punya peran penting dalam kelompok telah menghilang, entah diculik atau memang kabur.

“Apa mereka berdua akan kembali?” Donald bertanya. “Bagaimana jika Edi dan Leo tidak kembali?”

“Mereka pasti kembali,” kata Francis optimis. Dia sangat percaya Edison dan Leo akan kembali, cepat atau lambat.

Mereka semua sudah pasrah, tapi mereka tidak boleh menyerah ataupun putus asa.  Mereka harus tetap berjuang meski 2 anggota mereka telah menghilang.

 

Tok.. Tok.. Tok..

Pintu kamar terdengar diketuk berberapa kali. Tidak ada yang tahu siapa yang mengetuk pintu—tentu saja. Kesepuluh anak laki-laki yang ada didalam kamar itu berpikir mungkin saja Pak Jim atau mungkin pegawai sekolah.

 

“Di dalam ada orang? Kalian semua di dalam?”

Terdengar suara seseorang dari balik pintu. Suara itu.. Bukan, kah itu suara… Jangan-jangan.

Pintu itu terbuka perlahan. Sosok yang selama ini dinanti oleh kesepuluh Wolf Boys berdiri diambang pintu dengan sebuah ransel yang ia sangkutkan di pundaknya dan pedang ditangannya yang lain. Penampilannya masih sama dengan yang terakhir teman-temannya ingat. Tampangnya terlihat dia kelelahan setelah perjalanan jauh.

“EDISOOOOON!!”

Mereka semua berteriak menyebut nama Edison. Mereka berbondong-bondong menghampiri sosok Edison yang telah kembali dan memeluknya beramai-ramai seperti sekelompok anak kecil.

“Kau kemana saja?”

“Akhirnya kau kembali.”

“Kami mencemaskanmu.”

“Jangan kabur lagi.”

Kevin berdiri sedikit menjauh dari Edison yang dipeluk oleh 9 orang sekaligus. Dia tidak mungkin bergabung untuk berdesakan dengan 9 orang demi memeluk Edison dengan keadaannya yang tidak cukup baik. Namun dia terlihat sangat senang sahabatnya telah kembali di waku yang tak terduga seperti ini.

“Sorry, guys. Ada yang harus ku lakukan,” kata Edison yang juga terlihat senang bisa kembali dengan teman-temannya. Edison melihat kesembilan temannya yang memeluknya. Dia mengamati mereka semua seakan mencari seseorang. “Ngomong-ngomong, Leo mana?” tanyanya yang tidak mendapati sosok Leo diantaranya.

Semua orang terdiam saat mendengar kata Leo. Atmosfer di ruangan ini seketika berubah dari haru menjadi suram. Edison yang merasa tidak ada Leo disekitarnya pun mulai heran, terlebih melihat reaksi teman-temannya saat dia bertanya dimana Leo.

“Leo… Dia hilang,” ungkap Michael yang gugup untuk berkata yang sebenarnya.

Edison terkejut. Dia baru saja kembali dan langsung mendapat kenyataan bahwa kini Leo telah menghilang. “Hilang? Bagaimana dia bisa hilang?”

“Entahlah. Amy juga sudah meninggal. Lalu Leo nekad menggunakan seluruh tenaganya untuk membaca rencana Minho dari pikiran Amy yang sudah mati. Hal itu membuat Leo tak sadarkan diri selama berhari-hari. Pagi ini, ranjang Leo di Rumah Sakit sudah kosong dan dia menghilang,” kata Stephan bercerita dengan nada yang terdengar sedih.

“Kalau soal Amy meninggal, aku sudah tahu. Aku turut berduka cita,” kata Edison.

“Kau sudah tahu?” tanya Will. “Bagaimana kau bisa tahu?”

“Sebenarnya, dalam perjalananku kembali kemari, aku bertemu vampire bernama Sulli itu,” ucap Edison.

Ucapan Edison mengalihkan topik pembicaraan. Dia bertemu dengan Sulli—salah satu vampire yang mengincarnya—dan selamat sampai kemari. Pastilah dia sehabis melakukan pertarungan untuk lari dari Sulli. Mustahil jika dia bisa kabur begitu saja.

“Lalu, kau berhasil selamat? Kau kan sedang diincar para vampire,” kata Bernard yang penasaran dalam cara yang tidak wajar.

“Tentu saja aku selamat, bodoh. Kalau aku tidak selamat, kenapa aku bisa ada disini,” hardik Edison.

“Apa yang terjadi?” tanya Francis.

“Entahlah. Blackhowl langsung mengambil alih tubuhku saat aku bertemu dengan Sulli. Saat aku sadar dan kembali pada tubuhku, aku sudah berjalan pergi menuju kesini dan Sulli juga sudah tidak ada disana,” ujar Edison. “Saat ku tanyakan apa yang terjadi, Blackhowl hanya bilang, dia sudah membereskannya.”

“Sebenarnya kau ini darimana? Kenapa kau tiba-tiba menghilang?” Kevin bertanya tegas menujukan rasa khawatirnya selama Edison menghilang.

Pada awalnya Edison diam. Dia hanya menggerakkan tangannya yang memegang pedang yang dulu pernah diberikan oleh Pak Jim, menujukkan pedang itu pada teman-temannya.

“Dalam perjalananku, aku meng-upgrade pedangku ini. Seorang pembuat pedang membuat ulang pedang ini dengan menambahkan perak murni, sehingga pedang ini bisa ku gunakan untuk membunuh vampire,” ujar Edison menjelaskan. “Tapi bukan itu tujuan utamaku pergi.”

“Lalu?”

“Aku pergi ke tempat Mortem pertama lahir. Letaknya di sebuah lembah yang sangat jauh. Aku menemukan bahwa Mortem bukanlah makhluk murni. Mortem pertama adalah 12 ksatria berkekuatan supranatural yang terkena kutukan akibat serangan werewolf.”

 

****

Sesi latihan bersama Mr. George kembali dimulai dengan bertambahnya murid yang pernah hilang, Edison dan didampingi oleh Pak Jim langsung. Kali ini Mr. George akan melatih kemampuan bertarung kesebelas muridnya. Hal ini untuk mempersiapkan mereka melawan vampire.

Tempat latihannya di hutan. Tepatnya disebuah tanah lapang yang luas di tengah hutan, tempat yang biasa digunakan Pak Jim untuk melatih dulu.

Pak Jim menghempaskan kedua tangannya lurus, mengarah ke tanah hijau yang luas. Cahaya sihir keluar secara spiral dari tangannya. Sebuah pasukan boneka kayu bermunculan di atas tanah hutan membentuk barisan. Boneka-boneka itu akan diibarakan seperti pasukan vampire.

“Waah.. Aku baru pertama kali melihat sihir,” gumam Bernard kagum.

“Baiklah! Boneka dengan tanda merah di kepala adalah Boneka Minho. Ingat kata-kataku, berhati-hatilah dengannya! Anggap saja ini permainan. Siapapun yang mendapat sebuah tanda setelah boneka Minho menyerang kalian, kalian harus keluar dari permainan karena kekuatan kalian sudah hilang,” instruksi Mr. George jelas. “Mengerti?”

Semua mengangguk tanda mengerti dan tanpa arahan lagi, kesebelah murid itu sudah berubah menjadi 11 serigala raksasa.

Serigala Richard berada di posisi terdepan. Dibelakangnya, sudah berbaris Donald dan Thomas. Dan kemudian sisanya membentuk barisan memanjang sesuai dengan strategi yang telah disusun sebelumnya.

Richard mengentakkan salah satu kakinya ke tanah dan seketika tubuhnya nyala api yang berkobar. Setiap bulunya yang kecoklatan sudah dibalut dengan api merah yang panas. Draco—Mortem Flame—telah menujukkan wujud aslinya sebagai Anjing Neraka yang terkenal dengan apinya yang mematikan.

Richard mulai berlari. Membakar setiap boneka—yang bergerak karena sihir—yang bisa ia bakar. Setelah itu, tibalah tugas Donald dan Thomas. Mereka menghancurkan boneka-boneka kayu yang sudah terbakar dengan kekuatan mereka yang besar. Donald dengan mudah menghancurkan boneka-boneka itu dengan kekuatan petirnya. Thomas dengan kekuatannya dapat menghancurkan boneka dengan sekali injak. Tenaganya yang super kuat mampu menghancurkan musuh dengan mudah.

Yang lain segera menyusul. Menghancurkan setiap boneka yang bisa mereka hancurkan. Tapi mereka harus ingat dengan peraturan permainan ini. Mereka harus berhati-hati dengan boneka kayu yang sudah diberi tanda merah sebagai Minho.

Donald adalah orang pertama yang menghadapi boneka Minho. Dia kurang berhati-hati dengan boneka itu. Baru saja dia ingin menyerang, boneka Minho menembakan cat berwarna merah ke atas bulu Donald. Pada awalnya Donald tidak memperdulikan serangan cat boneka itu sampai…

“DONALD OUT!” Mr. George berteriak. Donald keluar dari permainan.

Serigala Donald berdiri bingung dengan yang apa barusan terjadi. Dia keluar dari permainan begitu saja hanya karena tertembak cat merah.

Proses latihan terus berjalan. Kesebelas serigala itu belum sepenuhnya bisa melewati permainan perang ini. Satu-persatu dari mereka keluar dari permainan.

 

“RICHARD OUT!”

“THOMAS OUT!”

“KEVIN OUT!”

“WILL OUT!”

“BERNARD OUT!”

“OUT!”

“OUT!”

“OUT!”

“OUT!”

 

Satu setengah jam setelahnya…

Kesebelas serigala itu duduk lelah di atas tanah hutan yang lembab. Bahkan ada diantara mereka yang sampai tiduran saking lelahnya. Bulu mereka juga kotor oleh tanah dan cat merah. Latihan perang ini sudah berjalan 5 kali ulang. Namun satu-satunya boneka kayu yang masih utuh adalah boneka Minho.

Mr. George menatap 11 serigala didepanya hampir putus asa. Latihan ini tidak berhasil. Dia khawatir jika 11 murid didiknya tidak siap untuk melawan Minho dan pasukannya nanti. Sedangkan dia sendiri tidak tahu kapan Minho akan menyerang. Bisa saja Minho melakukan serangan mendadak. Yang lebih dia takutkan adalah saat hal itu terjadi, Wolf Boys tidak ada yang siap.

“Bagaimana ini, Jim? Mereka tidak siap,” ujar Mr. George putus asa kepada Pak Jim yang memberikan tatapan bijak kepada murid-muridnya yang sedang kelelahan.

“Mereka akan siap. Kau belum mengerahkan seluruh kemampuanmu. Aku yakin kau bisa melatih mereka hingga mereka siap,” kata Pak Jim bijak.

“Kenapa tidak kau saja yang melawan Minho? Sihirmu cukup untuk mengahancurkan Minho,” kata Mr. George yng sudah benar-benar putus asa.

“Aku ini sudah tua, George,” kata Pak Jim. “Lagi pula ini bukan pertarunganku lagi. Ini pertarungan mereka… untuk bertahan hidup. Kau hanya perlu percaya pada mereka, seperti Amy yang percaya padamu.”

 

****

Minho telah mengumpulkan vampire-vampire yang bisa ia temui untuk menjadi anggota pasukannya. Dengan imbalan kekuasaan, dia berhasil mendapatkan lebih dari 30 vampire dari berbagai tempat.

Dia bisa tersenyum puas sekarang. Yang perlu ia pikirkan sekarang adalah kapan dia akan meyerang. Pemilihan waktu saat penting bagi penyerangan yang akan dia lakukan.

“Bagaimana jika serangan tiba-tiba? Kita bisa memanfaatkan kelengahan mereka,” usul Henry.

Minho menggeleng pelan tanda tidak setuju. “Aku berpikir untuk menyerang saat bulan tak muncul di malam hari.”

“Maksudnya?” tanya Sulli yang tidak mengerti.

“Coba pikir! Ada saat dimana bulan yang terlihat penuh dan terang saat cahaya matahari memantulkan cahayanya penuh. Akan ada juga saatnya dimana posisi bulan, bumi dan matahari sejajar yang artinya tidak ada bulan karena bulan tertutup oleh bayangan bumi. Saat itu lah kita menyerang.”

****

Langkah pria berusia 47 tahu itu pasti mengarah ke rumahnya yang sederhana di pedesaan yang damai. George kembali ke rumahnya lebih awal dari biasanya. Tugasnya untuk melatih para Wolf Boys sudah selesai untuk hari ini. Jadi, tidak ada salahnya jika dia pulang.

.

“Kau hanya perlu percaya pada mereka, seperti Amy yang percaya padamu.”

.

Masih teringat di kepalanya tentang perkataan Jim sebelumnya. Kata-kata itu menggerakkan hatinya. Dia tidak seharusnya menyerah dan putus asa. Dia harus percaya dia bisa melatih para Wolf Boys dan percaya bahwa mereka juga akan siap untuk melawan Minho.

Hal ini lah yang diingan Amy, anaknya. Amy rela mengorbankan nyawanya demi ayahnya karena dia percaya bahwa ayahnya bisa membawa pengaruh yang lebih besar bagi Wolf Boys daripada dirinya sendiri.

Langkah George berhenti didepan sebuah toko roti. Semenjak Amy pergi, tidak ada lagi yang memasak untuknya. Maka dari itu dia harus membeli makanan saat pulang bekerja seperti ini. Lagi pula, dia harus menyediakan makanan lebih untuk orang yang kini sedang ada di rumahnya.

 

To be continue

****

Annyeong readers^^ Bertemu lagi dengan author cantik pacarnya Luhan #plakk

Jinnie kembali dengan Chapter 11 nih ^0^) Semakin mendekati ending. Makin penasaran gak sama ending nya? Sama dong, Jinnie juga(?) Jinnie makin sibuk aja nih readers. Jadi maaf kalau tiap ngepost itu lama T~T Kerjaan Jinnie juga masih banyak yang keteter. Maaf ya readers. Semoga Chapter 11 ini, bisa menjadi ungkapan maaf Jinnie yang hobi bikin readers nunggu 😀

Terima kasih buat readers yang udah setia pada Jinnie :’) Apalagi yang suka COMMENT. Jinnie ucapakan terima kah yang sebesar-besarnya.

Oiya.. Jinnie mau ucapin Merry Christmas (maaf telat) dan Happy New Year for readers tercintaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah ❤ Semoga di tahun yang baru, Jinnie bisa memberikan FF terbaik untuk readers semua 😀

See you on next Chapter^^

 

16 thoughts on “Beauty & Beast [Chapter 11]

  1. leo di rumah george yaa??
    akhirnya edi kembali.
    gimana cara edi ngalahin sulli? penasaran. sulli kan suka sama blackhowl.
    sulli baik deh kayaknya, hehe. buktinya ga bunuh george waktu amy menyerahkan diri.

  2. Sumpah thor keren bangettt. Sorry ya thor barubisa komen skarang hehehe *peace*
    Seneng banget tao jadi the black pearl.! Dia bias saya!!! Lanjut thorr!! Cepet” ya thor next chap!!

  3. gileee keren thor!
    “Lagi pula, dia harus menyediakan makanan lebih untuk orang yang kini sedang ada di rumahnya.” orang yang ada dirumahnya? Leo kah?
    hueeeee lanjut thor sumpah ini ff fantasy terkeren yang pernah aku baca!

  4. kya~~ . itu si Leonardo de caprio /?/ pergi kemana .
    tambah seru aja ni . 😀
    ditunggu next chap’y ^^
    Fighting Jinnie ^^)9

Leave a reply to milmill Cancel reply