[FREELANCE] Without You

Without You

Without You

Cast: Oh Sehun || Support Cast: Kim Junmyeon, Kim Jongin, Kim Jongdae, Byun Baekhyun || Genre: Fluff || Rating: G || Length: Vignette (1500+)

.

Sehun mencintai ponselnya. Ya, semua orang tahu itu.

.

.

.

Ghivorhythm’s comeback

.

Semua orang tahu Sehun tak bisa hidup tanpa benda bentuk persegi panjang warna putih yang selalu menemani hari-harinya. Dengan layar touchscreen-nya—Sehun sangat menyukai itu—dan aplikasi yang banyak—bahkan sangat banyak hingga Sehun harus membeli eksternal memori yang lebih besar lagi untuk menampung game kesukaannya—membuat Sehun berulangkali jatuh untuk benda itu.

 

Well, ini berlebihan.

Apa yang bisa Sehun lakukan tanpa ponselnya?

***

 

“Jongin! Kembalikan ponselku!!” Sehun berteriak sambil berlari mengejar Jongin, Jongdae, dan Baekhyun yang merampas ponselnya, atau lebih tepatnya mengerjai dirinya.

“Kau mau ini? Ambil saja kalau bisa.” Jongdae menggoda sembari mengayun-ayunkan ponsel Sehun.

“Ya! Jongin, Jongdae, Baekhyun! Kembalikan ponselku!”

Yang dipanggil hanya terkikik geli melihat Sehun yang mati-matian mengerjarnya. Sungguh, mengerjai Oh Sehun adalah pekerjaan yang menyangkan. Ya, menyenangkan hingga mereka tertangkap basah oleh Kim Junmyeon, salah satu guru matematika di sekolah mereka.

“Kembalikan ponselnya.” Jumyeon berucap dengan wajah datar. Guru yang biasanya murah senyum itu mendadak dingin.

Jongin, Jongdae, serta Baekhyun tak dapat mengelak lagi. Maka ketika Sehun baru saja sampai setelah bersusah payah mengejar, Jongin mengembalikan ponsel Sehun.

“Ambil ini.” Jongin berkata seraya meninggalkan Sehun dan Junmyeon. Tentu saja Jongdae dan Baekhyun mengikutinya di belakang.

“Kau tidak apa-apa, kan? Mereka tidak menyakitimu, kan?”

Junmyeon bergidik ngeri melihat tingkah Sehun. Menanyakan keadaan pada ponselnya? Sehun seharusnya masih waras jika ia bersekolah.

“Oh, ya. Guru Kim, terim—”

“Aku ada kelas. Sudah terlambat. Sampai jumpa Oh Sehun!”

Dan Kim Junmyeon pun menghilang bagai kabut, tinggalkan Sehun yang bertanya-tanya akan sikap anehnya. Walau begitu, Sehun sangat berterima kasih pada Kim Junmyeon—penyelamat ponselnya.

 

***

 

“Apa? Ibu dan Ayah akan menginap di Busan selama seminggu?”

Rahang Sehun hampir jatuh mendengar penuturan ibunya. Sungguh, ia bisa gila ditinggal sendirian di rumah.

“Iya. Kau tidak apa-apa, kan, kami tinggal sendiri?”

“Yang benar saja, Bu!”

“Nanti Ibu akan menyuruh pembantu untuk menjaga rumah di siang hari selagi kau pergi sekolah, malamnya—”

“Ibu!”

“Sayang? Mobilnya sudah siap. Kita bisa terlambat.” Itu Tuan Oh, ayah Sehun. “Nah, Sehun. Ayah percayakan rumah ini padamu. Jaga baik-baik, ya?”

“Sehunie, Ibu pergi dulu, ya? Jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa makan yang banyak.”

Dan mereka sudah pergi sebelum Sehun sempat berkata atau lebih tepatnya merengek layaknya anak kecil yang meminta dibelikan mainan. Oh, bagaimana Sehun akan melalui malam-malam yang seram itu??

Sehun sendiri pun tak tahu.

 

***

 

Sehun melambaikan tangan kepada seorang ahjumma yang sudah berbaik hati menjaga rumah, membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan menungguinya mandi hingga akhirnya harus pulang tepat pukul enam sore. Sungguh, Sehun harap ahjumma itu mau tinggal lebih lama—bahkan kalau perlu ia tidak usah pulang. Tapi ternyata, ahjumma itu juga punya keluarga yang menunggunya di rumah. Well, sekekanakan apa pun Sehun, ia tahu sampai sebatas apa ia bisa bersikap keras kepala dan manja.

“Hati-hati, Ahjumma! Besok jangan lupa ke sini lagi~”

Perlahan tapi pasti penglihatan Sehun tak dapat menangkap sosok ahjumma itu. Mungkin sudah saatnya Sehun masuk ke rumah dan mengerjakan PR. Well, mengerjakan PR akan jauh lebih baik dibanding berdiri di luar seorang diri, bukan?

Sehun mengerjakan PR-nya. Ya, ia melakukannya. Tapi, ia terus waspada terutama pada suara-suara aneh yang mengganggu pikirannya. Yeah, suara sekecil apa pun patut dicurigai ketika kau sedang sendiri—atau lebih tepatnya kau menjadi jauh lebih waspada ketika seorang diri.

Jam digital di kamar Sehun menunjukkan pukul 10 malam. Ini sudah lewat dari waktu tidurnya. Mungkin..Sehun harus pergi tidur sekarang? Oh, atau mungkin tidak. Ia bisa makan dan menonton tv hingga pagi. Jadi, ia tidak perlu tidur. Ya, Sehun pikir itu jauh lebih baik.

Maka, Sehun pun bangkit dari kursi belajarnya. Sambil membawa ponsel dan menyalakan tiap saklar lampu yang ditemuinya, Sehun berjalan menuju dapur. Ia mengambil beberapa makanan yang sudah disiapkan ahjumma lalu berjalan menuju ruang tengah—tempat di mana tv besarnya berada.

Sehun menyalakan tv, mencari-cari saluran dengan acara terbaik yang bisa ia tonton di malam hari seperti ini. Tapi..

“Apa-apaan ini?!”

Semua yang Sehun lihat adalah acara uji nyali. Tak ada kartun, tak ada drama, bahkan tak ada acara gossip, atau acara masak kesukaan Kyungsoo sekalian. Sungguh, Sehun benci ini. Maka, Sehun pun mematikan tv-nya. Berjalan sambil membawa makanan menuju kamarnya—satu-satunya tempat paling aman yang ia tahu.

Satu hal yang paling Sehun syukuri, setidaknya ia punya ponsel yang tak akan mati secara tiba-tiba karena ia sudah mengisi batrainya hingga full. Sekali pun batrainya habis, Sehun punya powerbank yang akan membuat ponselnya tetap menyala. Ya, Oh Sehun sangat bersyukur atas hal itu.

“Nah, mari kita… Main game?”

Sehun mencari-cari game yang sedang asyik ia mainkan sejak kemarin. Yap, cookie run. Kali ini Sehun harus menang dan menempati posisi pertama di weekly rank. Ya, Sehun harus lakukan itu. Ia harus kalahkan Jongin yang selalu menempati posisi pertama di weekly rank.

Tepat pukul 12 malam. Sehun bisa bermata panda seperti Tao kalau ia tetap begadang. Sungguh, ia butuh istirahat. Namun, otaknya tak mengizinkan hal itu terjadi meskipun badannya memohon-mohon sekali pun. Oh, apa yang harus Sehun lakukan?

Setelah pemikiran panjang, Sehun memutuskan untuk bertanya pada Kim Junmyeon—guru matematika yang paling baik hati dan murah senyum. Sehun yakin, Kim Junmyeon punya penyelesaian yang tepat untuk masalahnya. Sama seperti Junmyeon punya penyelesaian untuk soal-soal matematika yang terkadang sangat rumit di mata Sehun.

 

Tapi..

 

Ini, kan, sudah pukul 12 malam.

 

Apa Junmyeon masih bangun??

 

“Halo? Guru Kim?” Sehun berucap ketika sadar telponnya telah diangkat oleh Junmyeon.

“Ya..? Maaf, siapa ini?”

Sehun yakin sertaus persen kalau Junmyeon sekarang sedang berada di tempat tidurnya dengan selimut meliliti tubuhnya. Well, suara Junmyeon saat mengangkat telpon menjelaskan semuanya.

“Ini Sehun, Guru Kim.”

“Sehun..? Ada apa malam-malam begini menelpon?”

“Begini.. Emmm, bagaimana memulainya, ya?”

Sungguh, jika Sehun bukan muridnya, Junmyeon sudah menutup telpon itu dan kembali ke alam mimpi. Beruntung Sehun adalah muridnya, jadi Junmyeon masih peduli dan tetap mendengarkan Sehun dari ujung telpon.

“Aku tidak bisa tidur, Guru.”

“…kenapa?”

“Di rumah tidak ada orang.”

“Oh, begitu ya?”

“Guru! Aku serius. Apa kau tidak punya penyelesaian untukku seperti kau punya penyelesaian untuk soal-soal matematika?”

Junmyeon berpikir. Mengerahkan tenaga yang masih tersisa dan sedikit nyawa yang terkumpul dalam tubuhnya.

“Begini, ya, Sehun. Biasanya, kalau aku tak bisa tidur, aku akan mendengarkan lagu atau minum susu kemudian pergi tidur. Sungguh, bantal, kasur, guling, selimut, itu terlalu menggoda untuk dipakai tidur.”

“Guru?”

“Ya..?”

“Hm, baiklah. Aku akan mencobanya. Terima kasih, Guru Kim. Maaf sud—”

“Ya, aku mengerti. Sama-sama. Kau tak usah minta maaf. Selamat malam, semoga mimpi indah.”

Dan telpon itu pun terputus tepat ketika Junmyeon mengakhiri kalimat panjang tanpa jeda itu.

Sehun melirik jam di kamarnya, sudah pukul setengah satu pagi. Pantas saja Junmyeon bersikap seperti itu. Sepertinya Sehun tak akan menelpon orang lewat tengah malam lagi. Ia sadar hal tersebut sangat mengganggu.

Yeah, setidaknya Sehun punya cara penyelesaian untuk dicoba. Minum susu, lalu dengarkan lagu. Sehun benar-benar berharap ia bisa terlelap setelahnya.

Satu gelas susu sudah Sehun habiskan. Sekarang tinggal selimuti diri lalu tidur dengan baik sambil mendengarkan lagu. Lagi-lagi Sehun bersyukur karena memiliki ponsel serba guna itu.

Sehun mencari-cari lagu lembut yang mampu membawanya pergi ke alam mimpi. Setelah memastikan lagu yang akan dimainkan adalah lagu lullaby, Sehun pun menutup matanya. Terkadang ia merasakan hawa-hawa aneh atau suara-suara kecil yang mengusik pikirannya. Namun, perlahan tapi pasti, Sehun pergi ke alam mimpi. Tinggalkan semua beban yang membuatnya takut untuk tinggal sendirian di rumah.

 

Well, lagi-lagi Sehun jatuh untuk ponselnya.

 

Satu yang selalu menemani Sehun walaupun tak ada seorang pun yang bisa menemaninya.

 

Dan Sehun tahu satu hal lagi tentang ponselnya.

 

Ia terus bernyanyi hingga Sehun tertidur dan terbangun lagi di pagi harinya.

 

***

 

Satu minggu telah Sehun lalui dengan baik. Walau terkadang ia masih takut untuk pergi ke kamar kecil ketika malam hari. Yeah, Sehun banyak belajar dari seminggu yang berat itu. Omong-omong, hari ini adalah hari kepulangan orang tua Sehun. Namun, apa ini? Mengapa Sehun tampak murung seperti itu??

“Sehun! Ibu sud—”

Nyonya Oh menghentikan ucapannya ketika mendapati Sehun sedang duduk tak berdaya di lantai kamarnya sambil memegangi ponselnya. Sehun menoleh, memperlihatkan wajah tersuram yang ia punya.

“Ibu, ponselku mati.”

Perlahan Nyonya Oh menghampiri putranya, “Mungkin batrainya habis?”

“Sudah kuisi hingga full, Bu. Tapi, tetap saja tak bisa menyala.” Sehun bertutur penuh keputus asaan.

“Sudah coba lepas batrai lalu nyalakan lagi?”

Sehun mengangguk lemas, tak tahu apa lagi yang harus ia lakukan untuk membuat ponselnya menyala.

“Bagaimana kalau kita ke service center? Kita pastikan ada apa dengan ponselmu.”

 

***

 

“Sebaiknya ponsel ini ditinggal dulu di sini. Teknisi kami akan memeriksa mesin serta tombol power pada ponsel ini. Mungkin akan memakan waktu tiga sampai empat hari.”

Kata-kata itu terus terngiang di telinga Sehun. Tiga sampai empat hari tanpa ponsel? Sungguh. Itu bukanlah ide bagus. Tapi, apa daya? Orang tua Sehun tak akan semudah itu langsung membelikan Sehun ponsel baru ketika ponsel lamanya mati dan tak mau menyala lagi. Yeah, Sehun berdoa agar ponselnya tak dapat diperbaiki hingga akhirnya mau tak mau orang tuanya akan membelikannya ponsel baru. Pastinya Sehun sendiri akan meminta dibelikan ponsel keluaran terbaru.

Well, satu dua hari Sehun masih mampu bertahan. Namun, di hari ketiga, Sehun mulai frustasi. Beruntung ia sedang libur sekolah karena kakak kelasnya sedang melangsungkan ujian, sehingga ia tak begitu membutuhkan ponsel. Tapi, tetap saja. Walau ada laptop, wi-fi, tv, komputer, dan alat elektronik lainnya yang menemani Sehun, ia merasa kurang kalau tak ada ponsel di sampingnya.

Ya, Sehun membutuhkan ponsel. Tak peduli jika orang tuanya akan membelikan ponsel keluaran terbaru atau pun ponsel lamanya berhasil disembuhkan oleh para teknisi di service center. Sehun sudah pasrah. Yang jelas, kini Sehun butuh ponsel yang bisa ia gunakan untuk berkomunikasi dengan teman-temannya, membuka social media, berselancar di internet, hingga mencari jawaban dari soal-soal rumit yang menjadi PR-nya. Sehun sangat, sangat, sangat membutuhkan ponselnya.

Maka, malam itu Sehun memohon pada Tuhan.

“Apa pun jalannya, entah itu ponsel keluaran baru yang orang tuaku belikan atau ponsel lamaku berhasil sembuh. Yang jelas, aku butuh ponsel. Tuhan, kumohon. Kabulkan permintaanku ini.”

Lalu, Sehun tertidur. Berharap segalanya akan membaik keesokan harinya.

 

***

 

“Sehun? Ayo ma—” Kalimat Nyonya Oh terpontong, manakala ia melihat putranya sedang terbaring di tempat tidur sambil menatap kosong langit-langit kamarnya. “Sehun, ayo makan.”

Sehun hanya menoleh sedikit, lalu berkata, “Aku tidak lapar.”

“Kau bahkan belum sarapan. Ini sudah siang Oh Sehun.”

“Tapi aku tidak lapar, Bu.”

Sehun kemudian membalikkan tubuhnya, membelakangi sang ibu yang berdiri di ambang pintu sambil berkacak pinggang. Nyonya Oh tak habis pikir kalau anaknya akan melakukan aksi mogok makan hanya karena tak dibelikan ponsel baru.

“Sehun! Apa kau begini karena ponsel? Sungguh, Ibu tak habis pikir kalau kau tak mau makan hanya karena ponsel.”

Sehun hanya diam, tak ingin menanggapi ucapan ibunya.

“Dengar, ya? Ibu itu bukan bank atau pabrik yang memproduksi uang. Ibu tidak mungkin mem—”

Sehun bangkit, lalu beranjak keluar dari kamarnya, melewati Nyonya Oh begitu saja. Sehun tak peduli jika ucapan ibunya itu masih memiliki kelanjutan. Toh, ia yakin kalau ibunya akan berkata kalau ia tak akan membelikannya ponsel baru. Maka, Sehun menuruni tangga. Melangkahkan kaki menuju ruang makan.

 

***

 

Ini hari Sabtu dan Sehun rasa ia tak memiliki masalah dengan hari tersebut. Ia harap, sebuah keajaiban akan muncul, membuat ponsel yang selama ini ia rindukan muncul di hadapannya.

Well, Sehun tahu kalau pihak service center belum mengabarinya. Tapi, ia tetap berniat untuk datang ke sana menanyakan keadaan ponselnya. Ya, Sehun sudah tidak tahan dengan kondisi di mana ia tak bisa memainkan game kesukaannya dan membuka SNS seperti biasanya.

Maka, Sehun memberanikan diri untuk bertanya pada salah satu staf di sana.

 

“Ah, ponsel itu sudah selesai diperbaiki sejak kemarin.”

 

Sungguh, manik Sehun membulat. Mungkin karena apa yang diucapkan oleh salah satu staf service center itu terlalu sulit untuk dipercaya hingga terasa tidak nyata.

“Ini. Silakan diperiksa kembali.”

Sehun memegang ponsel yang lama tak dijumpainya. Ponsel itu menyala, dan Sehun sangat senang akan hal itu.

Setelah menyelesaikan administrasi, Sehun buru-buru kembali ke rumahnya. Ingin menyeting ulang ponselnya—karena semua data yang ada di ponselnya hilang ketika diperbaiki.

Yeah, Sehun mencintai ponselnya.

 

Satu yang telah berubah menjadi kebiasaan.

 

Satu yang bila hilang akan terasa kurang.

 

 

END

 

 

A/N: Alohhaaa, aku nongol lagi setelah sekian lama bertapa (?) > < Ga nyangka kalo kehidupan SMA bakal sesibuk ini sampe hampir ga ada waktu buat lirik oppa dan draft-draft fanfict yang udah ngendap berabad-abad :3

Well, ff ini adalah bentuk rasa dukacita aku karena satu-satunya hp aku harus masuk service center buat beberapa hari, dan sumpah itu lama. Yang bikin gila itu ga ada hp nganggur dan bener di rumah ((intinya hp nganggur di rumah mati nyala mati nyala semua)) sampe rasanya aku mau nangis gegara ga berdaya tanpa hp. Jadi, jangan salahkan aku atas cerita dan judul yang agak (?) ehem ini.

Berhubung note ini udah agak menyimpang ke curhat, jadi akhiri saja di sini :3 Thank you very very much for RCL. I love you so much as Sehun love his phone :* {}

 

 

 

2 thoughts on “[FREELANCE] Without You

Leave a comment ^^