“Love Care” – Chapter 2

-love care

Chapter 2:

Under Pressure

Love Care Cover 2 Picture

 

Summary:

Siapa bilang pria berusia 22 tahun tidak memerlukan pengasuh? Wu Yi Fan, pria tampan, kaya raya, egois, pendiam, sombong dan segala hal menyebalkan itu sangat membutuhkannya. Dan setelah berhasil mendapatkan seorang pengasuh baru, Wu Yi Fan akan berusaha membuat pengasuhnya itu pergi dan jera untuk mengurusnya.

Tapi, benarkah Rae Woo akan kalah dan pergi begitu saja?

Atau jangan-jangan sesuatu akan terjadi di antara mereka?

Author: Dreamcreampiggy || Length: Chapter || Genre: Romance, Familiy, Drama, Little bit Comedy, AU || Rating: Teen, Parents Strongly Cautioned-13, || Cast: Wu Yi Fan/Kevin Li/Kris (EXO-M)|Jung Rae Woo (OC)|Kim Joon Myun/Suho (EXO-K)|Oh Se Hun/Sehun (EXO-K)|EXO Members|And another Cast.

Disclaimer:

Casts are belongs to God, their self, and their parents, except Original Character. They are fake cast made by myself as a Writer. Stories are mine. NO ONE allowed to PLAGIARIZE, copy-paste, translate, edit, and change half or this entire story without my permission.

~***~

I’m in pressure.

Hal pertama yang akan dipaparkan dalam bagian ini adalah sebuah penjelasan. Kalian pasti belum mengetahui sesuatu yang penting dalam cerita ini kan? Tapi tak perlu berkecil hati, bukan hanya kalian yang belum mengetahuinya. Buktinya kini seorang gadis dengan rambut yang ia ikat berantakan bernama Jung Rae Woo sedang fokus menancapkan tatapannya pada layar laptop usang di hadapannya. Berselancar di internet dengan biaya terakhir kartu internetnya dan berusaha mengorek informasi paling faktual dan aktual yang ada tentang tempat ia bekerja kini yaitu rumah keluarga pemilik “Lionof  World Wide Corporation” sebagai pengasuh di sana.

Rae Woo mengetikkan keyword itu pada sebuah kotak transparan di situs Google dan mulai mencari setiap berita di sana.

Ia menggerakan kursornya ke sebuah alamat situs dan menunggu hingga internetnya sudah terproses secara sempurna dan membaca beberapa fakta.

Mari kita rangkum semua fakta tentang perusahaan Lionof  yang berhasil ia kumpulkan.

Yang paling awal adalah fakta bahwa perusahaan itu sangat pantas menyandang nama World Wide dengan jaringan perusahaan dan usaha di hampir seluruh negara besar di dunia. Namun yang paling menonjol adalah Cina, Korea Selatan, Amerika, dan Dubai. Lionof  yang pertama kali dirintis pada sebuah negara dengan julukan tirai bambu atau Cina itu menguasai hampir setengah dari sistem perdagangan gadget  dan sudah di angkat menjadi perusahaan terpenting yang menjadi penggerak utama perekonomian Cina.

Selain di Cina, Lionof  juga cukup aktif dalam menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan tas, baju, alat rumah tangga, makanan ringan atau cepat saji bermerek dunia. Di Korea Selatan sendiri, perusahaan ini lebih banyak bergerak pada bidang otomotif, perhotelan dan yang terakhir hiburan masyarakat seperti stasiun TV kabel ternama. Bahkan di Dubai perusahaan ini tak mau ketinggalan andil dalam kerja sama pertambangan minyak beserta pengembangan mall  terbesar di dunia itu.

Tidak hanya di Asia, Lionof  juga mengibarkan sayap ke Amerika sebagai sponsor tahunan terbesar NBA dan mempunyai merek sendiri bagi alat-alat olahraga yang terjamin mutu dan kualitasnya. Sesekali mereka juga ikut dalam membangun usaha penerbitan majalah ataupun buku.

“Wow…” Rae Woo benar-benar tak bisa berkata apa-apa lagi sekarang. Semuanya terlalu sempurna dan bisa dibilang tidak masuk akal. Berapa banyak pemasukan yang perusahaan itu dapatkan perhari? Suduh cukup Rae Woo mengagumi perusahaan itu. Kini ia beralih pada hal yang lebih pribadi. Kehidupan Keluarga.

Rae Woo mulai mencari informasi tentang anak dari pemilik perusahaan itu yang kini harus diasuhnya. Wu Yi Fan, alias Kevin Li, atau biasa dipanggil dengan Kris. Rae Woo sempat pusing dengan nama yang begitu banyak. Tetapi yang ia ingin ketahui hanyalah kepribadian orang itu.

Pertama-tama ia hanya mengetahui kesempurnaan seorang Wu Yi Fan dari fisiknya. Maka dari itu Rae Woo sempat menemukan banyak majalah ternama yang mewawancarainya juga berbagai merek fashion seperti Elle, Burberry Gingham, Zara, Dolce & Gabbana, bahkan Gucci menjadikan Wu Yi Fan sebagai icon brand mereka.

Foto-foto yang menjadikan Wu Yi Fan modelnya memang sangat fantastis. Menghipnotis setiap wanita sehingga tidak bisa berhenti memandangi gambar itu dan membuat iri banyak kaum pria sehingga mereka ingin membeli apa yang dipakainya. Beberapa foto Wu Yi Fan juga ada yang membuat Rae Woo ternganga dan tak bisa bernapas karena tubuhnya yang shirtless dan sangat proporsionalbanyak tersebar di internet dan menjadi sampul depan majalah. Beberapa ada yang menunjukan tato-nya dan itu terlihat sangat keren bagi Rae Woo. Padahal Rae Woo biasanya membenci laki-laki bertato. Singkatnya, mungkin pria ini memang cocok menjadi model. Tubuh tinggi, tegap, tampan, berkulit putih dan hampir sempurna itu sangat sayang jika tidak digunakan dengan baik.

“Ya Tuhan… Aku tak menyangka bisa bekerja dengan orang sebesar ini!” Gerutu Rae Woo yang kemudian menjambak rambutnya sendiri dan membenturkan kepalanya ke meja.

Setelah mengusap dahinya yang sedikit sakit, Rae Woo dengan cepat segera mematikan laptopnya dan bergegas pergi ketika menyadari sudah pukul enam pagi dan seharusnya ia sudah tiba di rumah majikannya.

~***~

Rae Woo mengira bahwa dirinya akan habis diceramahi juga diberikan teguran oleh Pak Lee di hari pertamanya. Namun, ternyata tidak terjadi karena tuan muda yang harus dia asuh pun belum bangun hari itu, maka Rae Woo hanya menghabiskan waktunya untuk mendengarkan berbagai hal yang harus ia lakukan dan bagaimana kebiasaan tuan mudanya yang masih kekanakan.

Rae Woo melangkah ke atas lewat tangga memutar yang pernah ia lihat dinaiki oleh Kris kemarin. Rae Woo yang berpakaian seadanya dengan kaus putih lusuh berlapis cardigan hijau lumut dan jeans memutuskan untuk berhenti di depan lorong lantai tiga dimana kamar Kris terletak. Mungkin karena tak terbiasa menaiki tangga terlalu banyak, Rae Woo sempat merasakan pernapasannya hampir habis dan keringatnya bercucuran.

“Sepertinya aku harus merapikan penampilanku dulu.” Rae Woo menyentuh dadanya yang berdegup kencang. Matanya menatap setiap inci lorong yang luas itu dan menemukan kaca yang berada di ujung sana. Rae Woo berlari kencang dan tak mengetahui suara langkahnya yang menggema ke seluruh lantai tiga. Setelah merapikan sebentar penampilannya, kini Rae Woo siap untuk memasuki kamar Kris dan membangunkan laki-laki itu.

Entah dorongan apa yang membuat Rae Woo jadi semangat seperti ini. Apakah mungkin tentang tawaran Pak Lee yang mengatakan bahwa ia akan memberikan Rae Woo gaji pertamanya hari ini jika ia bekerja dengan baik? Rae Woo sendiri belum yakin namun sebelum memikirkannya terlalu lama, ia akhirnya memasuki kamar Kris yang memiliki pintu paling besar. Bayangkan saja kamar itu memiliki dua daun pintu seperti ruangan istana. Rae Woo menggenggam kedua gagang pintu yang dingin karena terbuat dari batu marmer dan berusaha mendorongnya ke dalam.

“Urggghhh! Kenapa susah?” Dahi Rae Woo berkerut ketika mendapati pintu itu tak bergerak sama sekali.

Apa dia mengunci pintunya?

Rae Woo akhirnya tersenyum licik dan menepuk kantung belakang celananya dan mendengar suara gemerincing kunci yang saling beradu. Baru beberapa menit yang lalu sebelum Rae Woo tiba di lantai ini, Shin Young memberikannya serenceng kunci yang dapat Rae Woo gunakkan jika ia kesusahan. Walaupun Shin Youg pernah mengingatkan bahwa Rae Woo tetap tidak boleh seenaknya membuka pintu apalagi kamar Kris, namun sepertinya gadis itu tak menghiraukkan lagi kata-kata Shin Young. Menurutnya lebih susah lagi jika ia mengetuk pintu dan menunggu. Maka dengan sigap Rae Woo mengambil rencengan kunci dari saku belakangnya dan memilih kunci yang bertuliskan “Kamar Tuan Muda”. Rae Woo memasukkan kunci itu ke dalam lubang dan memutarnya beberapa kali hingga menimbulkan suara ‘klik’ yang enak didengar. Setelah memastikan bahwa pintu sudah terbuka, Rae Woo kembali mendorong gagang pintu kedalam dan wewangian khas memasuki indera penciumannya.

Bau maskulin yang menyegarkan menghinggapi indera penciuman Rae Woo dengan lembut. Mata Rae Woo pun tak habis-habisnya menatap seisi kamar yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Sungguh seperti kamar seorang pangeran. Berbeda dengan kamarnya yang hanya berbentuk segi empat dan memiliki benda-benda terbatas karena hampir seluruh bendanya Rae Woo jual untuk membeli obat bagi Ibunya.

Kini, setelah selesai memperhatikkan ruangan, Rae Woo berjalan melewati kamar yang memiliki ruang tengah sendiri itu dan memasuki sekat pembatas menuju ruangan lain. Sebuah tempat tidur yang megah dengan empat tiang yang memiliki kain penutup setiap sisinya membuat Rae Woo terkesima. Ia menyipitkan mata dan menyadari bahwa empat sisi tirai itu semuanya tertutup dan ia tak tahu apakah Kris berada di tempat tidurnya ataukah tidak.

Perlahan Rae Woo berjingkat mendekati tempat tidur dan menggeser tirai ke samping sedikit hingga hanya meninggalkan celah kecil untuknya agar bisa masuk. Baru saja Rae Woo memperhatikan bagian atas tempat tidur, dirinya buru-buru membekap mulut dengan tangannya dan menutup mata. Ia sungguh terkejut melihat Kris yang tertidur hanya menggunakan celana pendek. Aduh! Sungguh naas nasibnya! Walaupun ini bisa menjadi bonus baginya di hari pertama bekerja, tetap saja Rae Woo tidak tahu bagaimana harus bersikap.

Jika diingat-ingat ini tetap bukan kali pertamanya melihat Kris bertelanjang dada jika kejadian tadi sebelum ia datang kemari terhitung. Ketika ia mencari informasi tentang Kris dan tidak sengaja menemukan photoshoot laki-laki itu tanpa memakai baju atasan.

Rae Woo berpikir sejenak dan menenangkan pikirannya. Ia baru menyadari bahwa harusnya ia bisa sedikit lebih tenang. Kris saja bisa dengan mudah berfoto seperti itu dan nyatanya akan lebih banyak orang yang melihatnya, jadi kenapa ia harus takut jika dirinya tertangkap basah membangunkan Kris pagi ini.

Rae Woo yang berdiri di bagian depan tempat tidur melangkah ke sisi samping masih dengan jingkatan kecil tanpa suara. Ia yang terlalu serius memperhatikan Kris dan bisa dibilang sudah terkesima tak menyadari ketika kakinya membentur sesuatu dan membuat suara dentingan botol kaca beberapa kali. Rae Woo segera menjatuhkan tubuhnya hingga berposisi telungkup. Bodoh! Sepertinya Kris sempat membuka matanya tadi samar-samar. Sungguh aneh. Rae Woo tak bisa melakukan apapun dan hanya terdiam dengan posisinya. Matanya sedikit membelalak ketika menemukan sumber suara berisik tadi. Ia cukup terkejut melihat tiga botol wine kosongyang sangat mahal karena tercetak jelas dengan tahun pembuatannya yang sepertinya lebih dari sepuluh tahun itu. Rae Woo mengira-ngira bahwa sepertinya Kris memiliki ketergantungan dengan alkohol. Semenjak mereka pertama kali bertemu pun Rae Woo bisa mencium bau alkohol menguar dari tubuh Kris saat ia mendekat di jalan raya.

Noona.” sepertinya Rae Woo hampir tersedak ketika mendengar suara Kris tadi. Apakah pria itu mengigau? Rasa penasaran Rae Woo yang sudah meluap-luap akhirnya tanpa sadar menggerakkan kakinya untuk berdiri dan melihat ke atas tempat tidur. Kris masih berada disana walupun sudah berganti posisi menjadi telentang. Laki-laki itu menggerakkan tangannya menyentuh wajahnya dan Rae Woo benar-benar membeku di tempat. Rasa ingin tahunya membuat ia tak lagi bersembunyi di samping tempat tidur.

Rae Woo memejamkan mata dan memutuskan untuk membangunkan Kris sekarang. Sepertinya percuma juga jika ia menunggu beberapa saat lagi karena ini sudah menjadi kewajibannya dan harus ia lakukan. Maka tanpa berlama-lama, Rae Woo segera membungkukan tubuhnya mendekat dan mencoba untuk mengeluarkan suara yang sedikit berwibawa. Bukannya terdengar cempreng seperti biasa.

“Tuan muda… Tuan muda?” Rae Woo kini mulai berani mengguncangkan tubuh Kris hingga membuat laki-laki itu menggeram. Ia mengusap lagi wajahnya dan menangkis tangan Rae Woo. Sepertinya laki-laki ini sering tidur larut jika dilihat dari kantung mata yang membekas.

Rae Woo mulai mencondongkan tubuhnya lebih mendekat lagi ketengah sambil tangan kanannya menjadi pertahanan kokoh di atas tempat tidur. Begitu juga kakinya yang ia usahakkan tertancap ke dalam karpet berbulu yang ada di sekeliling tempat tidur dengan benar. Rae Woo tak ingin jika ia jatuh ke atas tubuh Kris.

“Tuan muda? Anda harus bangun. Sarapan sudah siap.” Rae Woo lagi-lagi menggoyangkan tubuh Kris hingga laki-laki itu menggeram kesal. Kali ini justru laki-laki itu mendecak kesal dan merubah posisi menjadi telungkup. Tanduk sepertinya sudah muncul di kepala Rae Woo dan ia dengan kesal menghembuskan napas.

“Yak! Kris! Kevin Li! Wu Yi Fan!” Rae Woo kini tersentak. Ia kehilangan keseimbangannya dan jatuh tepat ke atas tubuh Kris karena laki-laki itu benar-benar berbalik dan menarik Rae Woo ke bawah lalu memeluknya erat.

Jantung Rae Woo berdegup kencang kini. Ia tak bisa bergerak karena Kris memeluknya dengan sangat erat. Bahkan laki-laki itu mengusap punggungnya.

AAA! Ini pelecehan seksual namanya!

Rae Woo ingin sekali memukul laki-laki ini dan menendangnya sebelum sesuatu terucap dari bibir Kris.

“Su Jin noona…” Rae Woo mengerutkan dahinya ketika nama itu terucap jelas dari mulut Kris. Astaga! Sepertinya ada sesuatu yang salah dengan laki-laki ini! Jelas sekali terlihat bahwa laki-laki yang mempunyai banyak nama itu mabuk berat setelah menghabiskan tiga botol anggur mahal. Rae Woo terdiam dan tiba-tiba bayangan Ayahnya berkelebat di dalam benaknya. Rae Woo benar-benar belum melihat Ayahnya lagi. Laki-laki yang seharusnya bertanggung jawab atas ia dan Ibunya seperti menghilang begitu saja. Ia tahu Ayahnya bekerja di bar malam yang cukup mewah dan terkenal didatangi oleh kalangan atas di Seoul selama ini. Namun tidak ada sepeser pun uang yang Ayahnya berikan untuk Rae Woo.

Tanpa terasa mata Rae Woo berkaca-kaca dan ia segera menggelengkkan kepalanya kesal dan kembali sadar bahwa Kris masih memeluknya erat.

Rae Woo tak tahu apakah dengan melakukan ini dirinya akan dipecat begitu saja atau tidak tapi yang pasti Rae Woo ingin sekali cepat-cepat menyelesaikan hal menyebalkan ini dan mengerjakkan hal lain yang lebih berharga.

“Tuan muda! Bangun!” Rae Woo tanpa berpikir lebih panjang lagi segera mendaratkan pukulannya dengan keras di pipi Kris yang mulus. Beberapa detik kemudian laki-laki itu mulai membuka matanya dan membuat jantung Rae Woo justru berdegup lebih cepat lagi.

Perlahan namun pasti Kris mulai melihat cahaya dan sesuatu terasa hangat di dekatnya. Kris mulai memfokuskan penglihatannya dan mencoba untuk melihat benda apa yang ia peluk dan…

“WAAAAA!”

~***~

Shin Young dan Pak Lee sedang menunggu cemas di bawah tangga ruang tengah. Hampir setengah jam Rae Woo berada di atas sana dan belum ada satupun tanda bahwa gadis itu masih hidup. Yang mereka berdua dengar tadi hanyalah suara teriakan Kris yang benar-benar mengagetkan seisi rumah megah itu. Shin Young dan Pak Lee sempat berpikir apakah mungkin tuan mudanya melakukan sesuatu yang aneh pada Rae Woo atau sebaliknya, tapi yang kini mereka harapkan adalah semuanya dapat berjalan dengan baik.

Suara derap langkah dua orang yang terdengar beriringan dari atas membuat jantung Pak Lee dan Shin Young semakin tak karuan. Mereka menunggu dua orang itu turun dan ingin melihat rupa mereka berdua.

Tak berapa lama, Kris dengan wajah masamnya sudah terlihat di mata dua orang pelayannya dari bawah. Kris hanya mengenakkan kaus tanpa lengan dan celana yang sedikit lebih panjang dari sebelumnya. Sedangkan itu, tepat di belakang Kris, Rae Woo sedang tersenyum penuh kemenangan dan mengacungkan dua jempolnya pada Pak Lee juga Shin Young yang sedang tertawa kecil.

Mereka berdua tak tahu apa yang dilakukan Rae Woo pada Kris hingga laki-laki itu bisa turun dengan waktu yang cepat. Sebelum Rae Woo bekerja di rumah itu, semua pelayan membutuhkan waktu hampir tiga jam untuk membangunkan Kris.

Kris memberikan tatapan mematikan pada Pak Lee dan Shin Young. Menyuruh dua orang itu berhenti tersenyum. Sepertinya Kris tahu bahwa dirinya sedang ditertawakan. Maka laki-laki itu segera berjalan dengan langkah lebar menuju ruangan yang berada di samping ruang makan. Kris membuka pintu ruangan itu dan masuk ke dalam sedangkan Rae Woo segera melanjutkan tugas berikutnya untuk menata sarapan bagi tuan muda asuhannya.

Langkah kaki yang terasa familiar sudah mendekat dan Rae Woo menggelengkan kepala tak percaya ketika melihat Kris membawa botol anggur.

“Aku tidak mau sarapan.” Kris meletakkan botol anggurnya ke atas meja makan panjang yang terbuat dari kayu kualitas terbaik dengan keras hingga meninggalkan suara yang membuat Rae Woo mengernyit.

“Setidaknya Anda meminum susu pagi ini dan menaruh kembali anggur itu.” Rae Woo mengambil anggur Kris dan memberikannya pada salah satu pelayan dari lima pelayan lain yang berbaris rapih di belakang meja makan.

“Apa hakmu?”

“Aku pengasuhmu.” Rae Woo membelalakan matanya dengan kesal dan menarik tangan Kris. Rae Woo mengambil segelas susu yang telah ia persiapkan dan menaruhnya di genggaman Kris. Senyuman Rae Woo membuat Kris sungguh ingin mencekiknya. Ia tak bisa percaya bahwa dengan mudah dirinya ditindas oleh pengasuk baru yang ia kira bisa ia kalahkan dan dibuat tidak nyaman dirumahnya sendiri.

“Aku tidak mau.” Kris mengerutkan dahi dan menaruh lagi gelas susu di meja.

“Tuan muda ingin meminum susu ini atau aku akan mencekoki semua ini ke dalam mulutmu beserta gelasnya?” Rae Woo yang tak pernah kehabisan akal memberikan eye smile yang memuakkan bagi Kris.

“Kau akan tahu rasa nanti!” Kris menggeram dan menyambar kasar gelas susu yang ada di hadapannya. Rae Woo hanya tertawa kecil dan berusaha menyembunyikan itu dengan menangkupkan tangannya di depan wajah. Ia tak menyangka bahwa pekerjaannya terasa sedikit lebih mudah dengan keberanian dan tekadnya yang sudah kuat. Ia tak tahu apakah pekerjaan ini bisa dibilang mengasyikan atau tidak namun kesehatan ibunya adalah prioritas paling penting bahkan melebihi kesehatannya sendiri. Selepas bekerja saja ia akan secepatnya pulang dan membeli obat lagi untuk ibunya. Untung saja hari ini ia tak memiliki jadwal kuliah.

Lamunan Rae Woo pecah begitu saja ketika ia mendengar suara gelas yang beradu dengan meja. Ternyata Kris sudah menenggak habis susu yang telah disediakan dan dengan angkuh berdiri dari kursi, merampas setangkup roti dan melangkah menuju kamarnya setelah memberikan tatapan yang penuh dengan kebencian pada Rae Woo.

~***~

Pekerjaan Rae Woo hari ini berakhir sangat cepat. Kris tidak terlalu banyak keluar dari kamarnya dan tak ada yang berkunjung. Pak Lee berpendapat bahwa hal ini cukup langka karena biasanya akan ada banyak teman Kris yang berkunjung. Walaupun masih ada beberapa pertengkaran antara Rae Woo dan Kris setelah kejadian pagi tadi, Rae Woo masih merasa kuat dan sanggup melanjutkan pekerjaan ini.

Ia hanya masih memikirkan banyak hal sehingga tak menyadari ketika bus yang ia tumpangi sudah berhenti di tempat tujuannya. Rae Woo segera berlari turun dari bus sambil membawa kantung berisi obat yang telah ia beli untuk ibunya. Janji Pak Lee untuk memberikan gaji di hari pertama telah ia tepati sehingga Rae Woo bisa bernapas lebih lega. Ia tak lagi merasa dadanya diikat dengan tali yang sangat kuat dan menyesakkan hingga membuatnya harus menangis setiap malam.

Rae Woo berjalan pelan dan menanjak untuk menuju rumahnya. Semakin lama ia berusaha untuk mempercepat langkah ketika ia merasa perasaannya sedikit aneh. Entah apakah ayahnya akan pulang hari ini atau menghilang seperti biasa. Ia tidak peduli.

Rumahnya sudah tampak di depan dan Rae Woo berhenti tepat di depan pagar coklat rumahnya. Ia segera mengeluarkan kunci dan terdiam ketika mengetahui pagar rumahnya tidak terkunci. Rae Woo sedikit panik dan berjalan secepat mungkin menuju pintu depan, namun ia segera menahan napasnya ketika melihat sepatu ayahnya di atas rak. Ia tanpa basa-basi lagi segera melepas sepatunya sendiri dan berlari kecil menuju kamar ibunya dengan hati yang penuh kegelisahan. Tangannya hanya berjarak beberapa inci dari pintu dan bersiap menggesernya kesamping sebelum pintu itu bergeser sendiri dan ayahnya yang sudah cukup lama menghilang muncul di hadapannya.

Hati Rae Woo remuk dan air mata bersiap keluar begitu saja. Tidak. Ia harus menahannya. Ia tak ingin ayahnya menganggap dirinya sebagai anak kecil. Kini ia sudah berumur 22 tahun dan bukan anak kecil lagi yang bisa menangis di mana saja. Kali ini ia akan membuktikan pada ayahnya bahwa ia sanggup menghadapi hidup sendiri tanpa bantuan laki-laki itu.

Mata Rae Woo bergerak dan melirik tangan kanan ayahnya yang menggenggam cukup banyak uang. Astaga! Itu uangnya dan ibunya!

Appa! Kembalikan uang itu,” Rae Woo tanpa pikir panjang segera menarik tangan ayahnya. Tapi ayahnya justru mendorong Rae Woo kesamping dan berjalan menuju pintu keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Apakah orang ini bisu? Atau kerongkongan ayahnya itu kini hanya bisa digunakan untuk menjadi jalan masuk alkohol saja kedalam lambungnya?

Appa!” Rae Woo kali ini berteriak lebih keras lagi. Wajahnya memerah dan ia sudah berlari menyusul ayahnya. Ia tidak peduli seberapa dinginnya udara malam di luar sana dan dengan berani melangkah dengan kaki telanjang. Pikirannya sudah kacau bahkan ia tak bisa mengingat untuk memakai sepatu lagi.

Appa! Aku membenci mu! Jangan pernah kembali lagi! Jangan pernah menampakkan wajahmu jika kau hanya ingin menghancurkan hidupku dan Eomma! Dan jangan pernah mengambil uang kami lagi!!!” Rae Woo berteriak sekuat tenaganya lebih keras lagi hingga air mata yang sedari tadi ia tahan kini tumpah begitu saja.

“Terserah apa katamu.” Hati Rae Woo sepertinya sudah tak berbentuk lagi. Hanya berupa serpihan kecil ketika ayahnya mengucapkan tiga kata hina itu dengan tatapan datar dan berjalan lurus pergi. Ia bahkan tak menoleh. Masih dengan uang gaji Rae Woo di tempat kerjanya yang terakhir bulan lalu.

Sungguh malang nasibnya. Ia benar-benar tak tahu harus bersandar dan menangis pada siapa. Ibunya terlalu tua dan sakit untuk bisa menghiburnya atau setidaknya memeluk sambil mengusap kepalanya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

Tangis Rae Woo semakin membesar dan ia jatuh begitu saja. Tenggelam dalam perasaannya. Ia terduduk sambil memeluk kedua kakinya dan menguburkan wajahnya yang sangat menyedihkan. Jika Tuhan mendengar doanya saat ini, Rae Woo ingin sedikit saja bebannya menguap. Ia terlalu kecil dan rentan untuk menjalanai hidup serumit dan sekejam ini.

Noona!” Suara yang ia kenal membuat Rae Woo mendongak dan mendapati sepupunya Chanyeol berjalan cepat menujunya. Sepupunya itu sepertinya baru saja datang. Terlihat dari helm yang masih dikenakan dengan rapih.

“Ada apa?” Chanyeol segera membantu Rae Woo untuk berdiri dan memeluk sepupunya itu. Chanyeol adalah keponakan dari ibunya dan selalu menengok Rae Woo setidaknya tiga kali setiap minggu. Selain jarak rumah mereka yang tidak begitu jauh, Chanyeol juga sering merasa khawatir dan was-was terlebih lagi ia sudah kenal dengan tabiat ayah sepupunya ini.

Appa kem-kembali dan mengam-bil u-uang kami,” sambil terbata karena tangis Rae Woo berusaha untuk menjelaskan keadaan yang terjadi pada Chanyeol.

“Benarkah?” Rae Woo hanya mengangguk dan Chanyeol semakin mengeratkan pelukannya. Ia mengusap kepala Rae Woo dan menuntunnya menuju rumah.

“Tak perlu khawatir. Aku di sini. Noona bisa mengandalkanku kapan pun Noona mau.”

~***~

Kris duduk terdiam di bangku belakang mobil hitam mewahnya. Matanya menatap serius sebuah rumah. Di sana ia bisa melihat jelas seorang gadis berlari keluar mengejar seorang laki-laki paruh baya yang sangat mirip dengan sang gadis. Mereka tampak sedang bertengkar dan sang gadis tak berhenti berteriak. Tak lama ketika laki-laki paruh baya yang tampak masa bodo itu pergi, sang gadis jatuh terduduk dan menenggelamkan wajah di antara lututnya. Siapa lagi kalau bukan Jung Rae Woo.

Sedari tadi Kris telah mengikutinya karena rasa ingin tahu yang menyerangnya. Ia tak tahu bahwa hidup gadis ini cukup menyedihkan. Mungkin Kris tak tahu pasti hal apa yang terjadi, tapi ia bukan orang bodoh yang tak bisa menyimpulkan masalah dengan satu kali lihat.

Ia tadinya ingin menyuruh supirnya untuk mengantarkannya kembali lagi ke rumah saat itu juga sebelum laki-laki datang menghampiri Rae Woo dan memeluknya. Mata Kris semakin tajam mengamati. Ah, ternyata itu kekasihnya? Batin Kris sambil bersedekap. Kini dua orang itu sudah berjalan memasuki rumah dan keadaan menjadi sepi.

“Tuan muda, apa kita sudah bisa kembali? Pak Lee baru saja menelpon,” supirnya menoleh kebelakang dan menunggu jawaban Kris yang hanya berupa anggukan. Supirnya tidak lagi menunggu untuk menjalankan mobil sebelum Kris menyuruhnya berhenti.

“Stop! Sebentar.”

Ia penasaran sekali ketika Rae Woo dan laki-laki yang ia duga sebagai kekasihnya berlari keluar sambil menggendong seorang wanita. Kris tak bisa menerka-nerka siapa wanita itu. Yang jelas mereka tampak kesulitan dan berlari menuju rumah salah satu tetangga mereka dan tidak lama kemudian sebuah mobil sudah meluncur keluar dan berjalan menjauh.

“Kita pulang sekarang.” Kris segera memerintahkan supirnya dan mobilnya bergerak di jalanan yang sudah sepi kembali menuju rumahnya.

Sepanjang perjalanan Kris tak bisa berhenti memikirkan Rae Woo. Awalnya ia hanya ingin tahu dimana gadis itu tinggal dan sudah terkejut ketika melihat lingkungan ia tinggal. Tetapi ketika Kris menyaksikan sendiri bagaimana Rae Woo menghadapi laki-laki paruh baya yang pasti adalah ayahnya itu, Kris sedikit yakin bahwa hidupnya tidak sebahagia yang ia lihat terpancar dari wajah gadis itu.

“Mungkin hidupmu tidak sesuai dugaanku sebelumnya Jung Rae Woo. Tetapi bukan berarti aku dengan mudah mengasihanimu,” sambil bergumam Kris menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata. Ia tak akan pulang malam ini. Ia akan menelpon Pak Lee dan menyuruh sopirnya untuk mengemudikan mobil menuju klub malam tempat ia biasa menghabiskan waktu. Kepalanya penat sekali. Apalagi ketika ia melihat sebuah surat dialamatkan untuk ibunya datang ke rumah. Tidak biasanya itu terjadi. Biasanya ibunya hanya akan mengalamatkan segala surat menuju kantor. Dan ketika ia membuka surat yang datang dan ditinggalkan Pak Lee di meja ruang tengah, Kris mendapati emosinya naik begitu saja saat menemukan itu adalah surat cerai orang tuanya.

~***~

 “Yak! Baek! Kembalikan!” Rae Woo menyambar cepat ayamnya yang direbut begitu saja oleh Baekhyun. Ia tahu sebenarnya Baekhyun hanya ingin menggodanya, tetapi entah mengapa Rae Woo merasakan dirinya sedikit sensitive hari itu. Kemarin malam dokter menekankan bahwa ibunya harus dirawat bagaimanapun caranya. Dan kini Rae Woo harus kembali mengucapkan terima kasih dan maaf sebesar-besarnya pada orang tua Chanyeol yang rela membiayai perawatan ibunya. Rasanya Rae Woo ingin mati saja sekarang.

“Sudahlah tak perlu dipikirkan, kau kan masih punya aku dan Yeon Hee!” Baekhyun menggenggam tangan Rae Woo dan mengusapnya. Sahabatnya itu sangat perhatian dan selalu membantu dirinya.

Yeon Hee yang sedari tadi berdiam diri di sebelah Rae Woo menyenggol pundak temannya keras-keras hingga Rae Woo mengernyit sebal.

“Kau ini kenapa sih?” Rae Woo menggerutu sebelum matanya menangkap laki-laki paling tampan versinya melintas. Bahkan menurutnya Kris masih belum bisa menandingi ketampanan dan kebaikan laki-laki bagaikan malaikat ini. Kim Joon Myun, Hah, kenapa Rae Woo selalu gelisah tiap melihatnya? Rasanya ia menyesal tidak ke toilet dulu sebelumnya dan melihat penampilannya sendiri di kaca.

“Suho lagi, Suho lagi! Ia belum ada apa-apanya dibanding aku!” Baekhyun berdecak. Ia memang berteman cukup baik dengan Suho yang merupakan laki-laki paling pintar di fakultasnya. Bukan hanya pintar tapi laki-laki ini juga sangat sopan berbanding terbalik dengan Kris. Maka dari itu ia dipanggil Suho atau guardian karena setiap wanita percaya kebaikannya telah melindungi satu fakultas ini.

“Sudah makan ayamku saja! Ini!” Rae Woo menggeser piringnya ke depan wajah Baekhyun dan kembali memandangi Suho. Kapan mereka bisa berbicara lagi?

“Lihat! Sepertinya dia akan kemari!” Yeon Hee mengguncangkan lengan Rae Woo yang berada di atas meja dengan penuh semangat dan antusias hingga sepertinya lengan itu akan copot sebentar lagi.

Biasanya Rae Woo akan segera terbirit lari atau keringat pasti akan mengucur deras dari dahinya. Tapi kini sedikit berbeda. Apa yang ia rasakan justru sebuah keberanian yang menggebu-gebu. Rae Woo tak akan membuang kesempatan seperti ini lagi dalam sejarah hidupnya.

Annyeong ha-“ Rae Woo tersenyum begitu Suho sudah berada di sampingnya dan mengucapkan salam penuh keramahan sebelum suara ponselnya yang keras dan mengganggu menghancurkan suasana. Sial.

Rae Woo buru-buru membuka tas dan melihat sebuah nomor tidak dikenal menghubunginya. Tanpa rasa ingin tahu dari dalam dirinya, Rae Woo kembali memasukkan ponsel itu ke dalam tas sebelum benda menyebalkan itu berbunyi lagi.

“Ah, aku permisi dulu.” Mata Rae Woo bertatapan dengan Suho dan rasanya gadis itu ingin membunuh dirinya sendiri karena membuang kesempatan paling berharga ini.

Sambil berlari kecil Rae Woo melihat layar ponselnya yang kini sudah berhenti berbunyi dan menghubungi kembali nomor itu. Sejujurnya ia sedikit gelisah kalau-kalau itu adalah telepon dari rumah sakit yang mengabarkan kondisi ibunya.

Yoboseyo-“

“Yak! Kenapa lama sekali? Kau tahu rasanya sudah seribu tahun aku menunggu agar kau mengangkat teleponmu? Kau sedang apa sih?” Rae Woo mengernyitkan dahinya. Jantungnya berdebar keras. Jangan-jangan laki-laki yang menghubunginya ini gila! Buktinya ia langsung mencecar Rae Woo. Padahal gadis itu baru mengucapkan salam.

“Maaf, Anda siapa ya?”

“Siapa? Kau masih ingin bekerja atau tidak sih di rumahku?”

Rae Woo sontak tertawa ketika menyadari panggilan itu dari Kris. Dasar bayi besar! Menyebalkan sekali sih orang ini! Ia membatin. Walaupun begitu tetap saja ia sulit memberhentikan tawanya. Bagaimana bisa ia tidak mengenali suara orang jahat ini dan justru mengira bahwa laki-laki yang menelponnya adalah orang gila.

Hey! Siapa yang menyuruhmu tertawa? Kau masih di sana atau tidak sih? Aku serius!”

“Hahahaha, iya aku masih di sini. Maaf ya, aku kira kau orang gila. Ternyata Tuan Bayi Besar!” Tawa Rae Woo kembali meledak dan beberapa orang sudah memperhatikannya sangsi.

“Apa kau bilang? Kau mau ku pecat ya?”

“Jangan! Oke oke, aku mendengarkan. Maaf ya. Memangnya ada apa sih? Lalu bagaimana kau bisa tahu nomor ponselku? Kita kan sudah memiliki perjanjian bahwa jam kerjaku hanya berlaku setelah kelas ku selesai.”

“Pak Lee yang memberikan nomormu padaku. Dan aku tidak peduli apakah ini adalah jam kerjamu atau tidak! Aku membutuhkanmu sekarang juga. Kau harus segera kesini! Akan ku kirimkan alamatnya melalui pesan. Cepat ya! Kalau tidak kau ku pecat!” Rae Woo belum sempat berkata apapun namun telepon itu sudah dimatikan.

URGH DASAR BAYI BESAR!” Rae Woo berteriak kesal lalu membalikan tubuhnya sambil mengumpat. Ia berjalan dengan wajah kusut sampai ia melihat Suho dan senyuman kembali mengembang di sana. Ia sungguh memuji kemampuan Suho yang dapat mengubah suasana hatinya begitu saja.

“Ada apa?” Baekhyun bertanya. Kini Suho sudah duduk di sebelahnya sambil memakan bulgogi yang ia pesan tadi. Rae Woo rasanya ingin menangis. Harusnya ia bisa makan bersama Suho saat ini. Bukannya pergi menemui si Bayi Besar itu!

“Ada urusan mendadak. Setelah ini sudah tidak ada kelas kan? Aku pergi dulu ya!” Rae Woo merapikan tasnya dan memberikan salam. Gadis itu hendak pergi sebelum Suho menghampirinya.

“Rae Woo-ssi, boleh aku memita nomor ponsel mu?” Tunggu, Suho meminta nomornya? Astaga! Ini bukan mimpi kan?

“Ah, tentu!” Rae Woo segera memberikan nomor ponselnya dan mengucapkan salam sekali lagi lalu berlari kecil menjauh sambil tersenyum senang. Yuhuuu! Ini bonus namanya! Ucap Rae Woo dalam hati sebelum ia kembali terdiam dan bertanya-tanya. Aku harus kemana ya?

~***~

“Menyebalkan! Ternyata si Bayi Besar itu juga belajar di universitas ini!” Rae Woo menghentakkan kakinya sebal sambil membayangkan dirinya mengikat Kris ditiang dan memukulinya. Rae Woo merasa dirinya jadi terancam. Ia lebih baik berjalan sepuluh kilometer untuk mencapai tempat si Bayi Besar itu daripada menerima kenyataan ini!

Pantas saja dia menyuruh Rae Woo pergi kesana secepatnya! Rupanya ia sudah tahu Rae Woo juga belajar di universitas ini. Untung saja mereka tidak satu fakultas.

“Masa aku harus setiap hari mengurusnya di mana saja? Menyebalkan! Untung saja Suho-ssi membuat hari ini lebih baik!” Di pikiran Rae Woo, hanya pesan dari Kris yang ia ingat. Bagaimana ia memberi tahu Rae Woo tempat keberadaannya dan meninggalkan beberapa baris kalimat yang menjengkelkan dibawahnya, “Kita satu universitas kan? Selamat menjalani rutinitas seperti ini ya!”

“Bisa-bisanya ia mengirimiku pesan mengejek seperti itu! Rutinitas? Ini siksaan namanya!” Sekali menggerutu Rae Woo tak bisa menghentikannya. Satu hal selain Suho yang bisa Rae Woo syukuri adalah bahwa pohon-pohon rindang di samping jalan setapak yang kini ia lalui melintasi kebun dan beberapa gedung-gedung universitasnya dapat menghalau sinar matahari yang terik.

“Gedung fakultasnya kan diujung sana! Dasar gila! Seharusnya aku menyuruh Baekhyun saja mengantarku dengan mobilnya agar cepat! Ah tidak! Jangan! Nanti Yeon Hee malah berduaan dengan Suho! Tidak boleh!”

TIN

“Rae Woo-ssi” Rae Woo sontak menoleh kebelakang dan…

“Suho-ssi! Bagaimana bisa di sini?” Tampak jelas Suho kini sudah menghentikan motor skuter putihnya dan melepas helmdengan warna senada yang tadinya ia kenakan.

“Ah, tadinya aku mau pulang juga, lalu saat melihatmu berjalan ke bagian dalam universitas, jadi kuikuti saja. Rae Woo-ssi butuh tumpangan tidak?” Ya Tuhan, rasanya Rae Woo bisa meleleh saat itu juga saat Suho menawarkan tumpangan untuknya. Tidak Rae Woo! Jangan seperti gadis gampangan! Kau harus menolak dulu lalu baru menerimanya ketika ia memaksa.

“Tidak usah Suho-ssi. Nanti merepotkan.”

“Tidak. Sungguh! Ayo naik!” Suho tersenyum dan Rae Woo tak dapat menolak lagi. Ia menaiki motor Suho dengan semburat merah yang tertera jelas di kedua pipinya.

“Pegangan yang erat ya!”

~***~

Gomawo Suho-ssi.” Rae Woo membungkukan tubuhnya begitu ia turun dari motor Suho. Tampak jelas wajahnya terlihat makin memerah.

“Kau ada urusan di sini Rae Woo-ssi? Apa perlu ku tunggu?”

“Ah jangan Suho-ssi. Tidak apa-apa.”

“Sungguh?”

“Ya.”

Setelah berbincang sebentar akhirnya mereka berdua mengucapkan salam perpisahan dan Rae Woo melangkah memasuki gedung. Ia mencari-cari kafetaria dan segera menemukannya. Dengan tergesa Rae Woo mencari keberadaan si Bayi Besar itu dan melihat Kris sedang duduk dengan dua temannya di meja besar paling pojok. Ia mudah sekali menemukan Kris walaupun laki-laki itu sedang menghadap ke arah sebaliknya jika melihat hanya ada sedikit orang di kafetaria itu. Meja yang diduduki Kris sangat berbeda dari meja-meja yang lain. Jangan-jangan itu khusus untuk dirinya dan teman-temannya. Rae Woo berdecak kesal.

Annyeong, maaf terlambat.” Rae Woo menyapa teman-teman Kris dengan ramah namun senyumannya segera hilang begitu ia melihat wajah Kris.

“Kau ini lama sekali sih? Aku sepertinya sudah membatu di sini dan-HAHAHAHAHA ada apa dengan wajahmu? Merah sekali! Kau habis memakan cabai satu kaleng ya?” Kris tertawa sangat kencang hingga satu kafetaria memperhatikannya. Rae Woo mendengus sebal. Ia melihat beberapa wanita sedang melihatnya dengan tatapan membunuh. Cih, jangan-jangan mereka fans si Bayi Besar ini.

“Sudah cepat katakan saja kau mau apa.”

Rae Woo mengeryit ketika melihat Kris tiba-tiba terdiam dan tidak menjawab. Laki-laki itu hanya bersedekap dan tidak lama kemudian temannya membuka suara. Ia terlebih dahulu mengatakan namanya adalah Zhang Yi Xing dan meminta agar dipanggil dengan sebutan Lay saja.

“Begini nona-“

“Rae Woo. Rae Woo saja.” Sela Rae Woo cepat.

“Baiklah Rae Woo, kebetulan sore ini kami bertiga dan beberapa teman akan berkumpul, jadi Kris menyuruh mu untuk membeli beberapa hal penting.” Rae Woo cukup menyukai Lay. Tidak seperti Kris yang sangat menyebalkan, sepertinya laki-laki ini lebih baik dan ramah.

“Ini daftar belanjanya.” Lay menyerahkan secarik kertas dengan tulisan tangan yang baginya sangat jelek. Lay dan temannya yang memiliki wajah sangat cantik, imut dan berambut coklat terang tertawa begitu melihat Rae Woo kesusahan membaca tulisan itu.

“Kau bisa membacanya?” Lay bertanya lagi dan Rae Woo menggeleng.

“Baiklah tidak apa-apa. Biar Luhan yang menyalinkan daftar ini untukmu. Maaf ya, tulisan Kris memang jelek.” Lay mengambil daftar itu lagi dan menyerahkannya pada temannya yang ternyata bernama Luhan. Kris sempat membelalakan matanya pada Lay begitu ia mendengar bahwa tulisannya jelek.

“Pantas saja.” Rae Woo bergumam dan Kris segera memperhatikannya dengan tatapan membunuh.

“Oh iya, setelah itu, belanjaan ini akan dibawa kemana? Dan pukul berapa harus ada di tempat?” Lay hendak berbicara lagi sebelum Kris sudah memotongnya.

“Pukul tiga sudah harus ada di alamat yang akan Luhan tuliskan untukmu.”

Rae Woo hanya menghembuskan napas kesal dan mengangguk.

“Ini dia daftarnya.” Luhan menyodorkan daftar itu dan Rae Woo tersenyum begitu mendapati tulisannya yang jelas. Namun matanya membesar dua kali lipat ketika melihat barang apa saja yang harus ia beli.

“Lima belas botol soju, lima bungkus cumi kering, enam porsi tteopokki, sepuluh botol air mineral, dan makanan ringan lainnya? Yak! Kalian gila? Aku harus membeli ini sendirian? Yak! Bayi Besar! Kau ini punya belas kasihan tidak sih?” Rae Woo menggebrak meja dengan penuh amarah dan bersedekap. Melihat raut wajah Kris yang tidak berubah sama sekali semakin membuat emosinya memuncak. Justru kini malah dua temannya yang tertawa kecil.

“Beli saja. Jika kau kesusahan hubungi supir ku.” Dengan isyarat matanya Kris menyuruh teman-temanya bangkit berdiri. Ia sendiri segera bergegas pergi meninggalkan Rae Woo yang masih bersedekap.

Ketika kawanan itu sudah menjauh Rae Woo menyadari bahwa ponselnya berbunyi. Ia mendapat pesan ternyata.

From: Bayi Besar

Aku menang kali ini.

“HAISH! Menyebalkan!” Rae Woo berjalan dengan lemas menuju pintu keluar sebelum ia menyadari sesuatu.

“Uang! Mereka belum memberiku uang! Sial!”

~***~

Rae Woo turun dari bus dengan tergesa dan rasa lelah yang masih menyelubunginya. Bayangkan saja ia sempat harus mengejar Kris karena laki-laki itu lupa memberikan uang padanya. Untung saja larinya sangat cepat. Jika memikirkan tentang larinya, Rae Woo baru sadar bahwa ia berada di daerah tempat ia pertama kali bertemu dengan Kris. Tepatnya jalanan ketika motor Kris melintasi genangan air dan mencimpratkan air kotor itu ke tubuhnya.

“Seharusnya aku tidak ke sini. Hanya mengingatkanku dengan Bayi Besar itu saja!” super market yang kini dimasuki dirinya juga adalah tempat dua hari lalu ia diejek oleh anak kecil tersebut. Sungguh banyak kejadian mengejutkan yang terjadi di hidupnya hanya dalam lima hari ternyata.

Begitu selesai berbelanja, Rae Woo segera membawa trolinya menuju kasir.

“Anda berbelanja untuk siapa? Banyak sekali.” Wanita di hadapannya yang bertugas sebagai kasir tersenyum ramah dan memindai belanjaan Rae Woo sambil melontarkan berbagai bahan pembicaraan ringan.

“Terima kasih. Silahkan datang kembali.” Wanita itu tersenyum ramah namun sedikit kasihan ketika melihat Rae Woo harus membawa satu kardus dan dua plastik besar. Jangan tanyakan seberapa berat beban yang harus Rae Woo bawa karena itu berarti kalian siap menjadi bulan-bulanan gadis yang sudah terbakar amarah itu. Rae Woo keluar dari super market dan berjalan sedikit menuju halte bus untuk mencari tempat duduk di sana. Kebetulan sekali halte bus itu sedang kosong sehingga tersisa banyak tempat untuk Rae Woo dan barang belanjaannya.

Pukul dua. Satu jam tersisa dari waktu yang Kris tentukan dan Rae Woo hanya mendesah pelan. Ia bersumpah tak akan mau disuruh lagi oleh Bayi Besar itu setelah ini karena ia harus menjenguk ibunya.

“Sepertinya aku tak akan bisa membawa ini sendiri. Lebih baik aku menelpon supir si Bayi Besar itu.” Rae Woo mengeluarkan ponselnya dan menelpon Pak Lee untuk membantunya. Setelah memberikan letak posisinya dengan akurat, Rae Woo segera berterima kasih dan menutup telepon. Kurang lebih dua bus telah melewatinya dan Rae Woo masih berada di sana. Ia sedikit panik ketika kurang lebih hampir setengah jam ia menunggu. Namun ketika ia berpikir waktu masih akan berjalan dengan lambat, sebuah mobil hitam dan kelihatan sangat mewah berhenti tepat di depannya.

Pintu sisi pengemudi terbuka dan laki-laki berpakaian rapi segera berlari menujunya lalu mengambil kardus beserta barang belanjaan Rae Woo untuk diletakkan di bagasi. Rae Woo mengucapkan salam yang dibalas dengan ramah dan membuka pintu mobil. Ia sudah memasuki mobil dan hendak menutup pintu sebelum sebuah tangan terlihat menahan pintunya dan wajah yang tidak asing terlihat.

Noona! Kembalikan bubble tea milikku.”

ASTAGA! ANAK INI KAN…

–To Be Continued–

Author’s Note: Chapter 2! Semoga suka ya ^^ Aku banyak banget ambil kritik dan saran dari kalian terus coba buat FF ini lebih baik lagi! Maaf juga karena gak bisa balas comment kalian satu-persatu~ Tapi selalu aku baca kok! Jangan lupa leave comment sama kasih like-nya 🙂 Kalau comment sedikit gak lanjut ah~ HAHAHA ><

Oiya visit blog pribadiku juga ya, aku suka post chapter berikutnya lebih cepat di sana kadang… Jadi stay tune di blog-ku juga ya 😀 Imagine Piggy

-XOXO, Dreamcreampiggy

25 thoughts on ““Love Care” – Chapter 2

  1. ceritanya keren, kata katanya gampang buat di khayalin//?, setiap katanya juga gak ngebosenin. btw nasibnya rae woo bala bgt yaa wkwk
    itu yg nagih bubble tea pasti sehun kannn 😀
    keep writing thor di tunggu next chapnya ya jgn lama” ngepostnya. fight└(^o^)┘

  2. omo,,mreka satu kampus tnyta?
    ngakak pas baca bagian rae woo bangunin kris,,wkt d suru bkin susu jg,,hihihihi
    itu trakhrny jangan2 bner y dugaan qw,,g nagih bubble tea si thehun,hehehehehehe

  3. huhuhuhu udah lama aku gg bca ff ttg WuYiFan.
    ff ini sedikit mngobati rasa kangen sama WuYiFan.
    suka sih sama konflik antara rye woo n WYF. mreka cute klo lg saling ngotot…
    semangat ya author ngerjain FF ini
    hwaiting!!!!!

  4. Aku telat baca rupanya chapter 2 udah di publish, aduh kris apa banget nyuruh rae woo kayak gitu, jadi nanti lawannya sana suho ya? Haha diterusin yaaa.
    Aku tunggu next chapter, semangat^^

  5. Ayo thor lanjut, gwa tunggu yaa? Bagus” dasar Yi Fan, kan kasihan Rae Woo.nya, nah loh koq???

  6. Horeeee ada lanjutannya! *sebar confetti*
    Yah si Kris minta ditabok nih kan kasian Rae Woo… #pukpuk
    Yak, Sehun! Itu kau kan? Masa gegara bubble tea doang ckckck
    Next terima kasiiihhh.., 😉

  7. rae woo.. malang benar nasibmu.. suasana rumah mengenaskan, tempat kerja menjengkelkan..
    untung aja majikan kamu gantengnya selangit.. 😀
    oke.. ditunggu kelanjutannya.. ^^

  8. wahh wahh wahh akhirnya nongol juga ni Ff 😀 , makin seruu aja , thor ntar bikin Kris cemburu sana suholang ya , biarr ada greget pas udah fallin in love #gayalu , Bayi Besar wahh tambahin aja thor kalo perlu Bayi tiang listrik #gubrak , ywd thor moga chap selanjutnya makin kerasa feelnya 🙂 fighting

Leave a reply to 29112009 Cancel reply