[FREELANCE] You’re All I Think, Oh Sehun Sequel of “I Loved You With Half of My Heart”)

Title : You’re All I Think, Oh Sehun (Sequel of “I Loved You With Half of My Heart”)

Author : Hangukffindo

Main Cast :

Sehun (EXO-K)
Krystal aka Soo Jung (f(x))

Support Cast : –

Genre : Romance, Drama

Rated : PG-13

Length : Oneshot

Disclaimer : Krystal punya SM family sama f(x), kalo Sehun punya akuuhh hahaha :b enggak deng, si omija satu ini punya fansnya lah sama EXO K, ato Luhan? Terserah dah, yang penting ff ini bener-bener from my head hehehe :B

So don’t be a plagiator! I will let you if you say: “I inspired by you.”

Kali ini adalah sequel dari “I Loved You With Hal Of My Heart” 😀

Katanya ada yang minta gituhhh hahaha

Yaudah deh selamat membaca, semoga bagus yaaahhh 😀

Happy reading my beloved Chingudeul 😀

___________________________________________________________________________

Aku ingat…

Aku pernah berkata begini pada Kai: “Bagaimana jika suatu hari nanti kita berpisah? Apakah kau masih mau bertemu denganku?

Masih sangat segar diingatanku, senyuman Kai yang hangat bagai mentari pagi, deru napasnya setelah menari, bulir-bulir keringat menetes dari rambutnya.

Aku merindukan hal itu. Kesedihan selalu ada di atas kepalaku. Mereka bilang aku tidak akan pernah jatuh cinta. Kai jelas satu-satunya cinta dalam hidupku.

Tapi sebagian orang menganggap bahwa aku harus tetap berjuang untuk hidupku. Aku berumur 18 tahun saat Kai pergi, satu tahun telah berlalu. Aku masih terlalu muda untuk memutuskan bahwa aku tidak butuh siapa pun selain Kai.

Mereka…

Tidak sepenuhnya salah.

Setiap pagi aku melihat pantulan diriku di cermin. Disana bukan Soo Jung berumur 18 tahun, bukan Soo Jung yang suka menangis di malam hari, mendengarkan musik sambil memandang foto Kai.

Soo Jung yang lama telah pergi…

Bukankah begitu?

Soo Jung yang baru selalu berusaha peduli dengan keadaan disekitarnya. Dia tidak mengunci diri di kamar, namun pergi membantu ibu membuat kue.

Atau bukan Soo Jung yang berantakan. Dia mengikat rambutnya menjadi satu, memakai kemeja rapi berwarna cerah dan mencium pipi ibunya sebelum pergi ke kampus.

Kepergian Kai mengubah hidupku…

Tapi aku tidak akan pernah melupakannya.

Tidak sampai…

Seseorang memperhatikanku dari kejauhan. Aku menangkap matanya bertemu denganku setiap kali aku menoleh saat berada di kelas sejarah.

Tubuhnya yang tinggi sering datang di waktu yang tepat. Saat aku kesulitan mengambil buku di perpustakaan, atau ketika lokerku sulit dibuka.

Dia selalu berada di sekitarku. Itu yang kudapat.

Aku tidak mengenalnya, aku tidak tahu siapa nama laki-laki itu. Rambut kecokelatannya selalu menarik dipandang dibawah matahari dan aku menyadari bahwa kini aku mulai memperhatikannya.

Oh Sehun…

Aku mendengar salah seorang temannya memanggil laki-laki tinggi itu. Dia tidak pernah sendirian, dia selalu berada dalam gerombolan orang-orang setiap kali aku melihatnya.

Mungkin hanya sebuah kebetulan semata dia membantuku saat aku kesulitan. Namun tidak ada hari tanpa melihat Oh Sehun di kampus.

Dirinya terlalu mencolok. Aku beralasan, berbicara sendiri pada diriku.

Tapi tanganku tidak bisa berhenti menulis namanya di buku harianku yang masih tampak baru. Aku mulai menulisnya ketika masuk kuliah. Ternyata tidak secengeng dan feminim yang kukira.

Dulu aku menganggap hal itu konyol. Aku selalu mempunyai tempat untuk bercerita, lalu buat apa aku mengoceh pada buku. Benda mati yang tidak akan pernah memberimu jawaban atas masalah yang kau hadapi, atau memujimu saat kau merasa buruk…

Kai.

Hghh…dia kembali masuk ke dalam kepalaku sedangkan nama yang ingin kutulis adalah Oh Sehun.

Apa yang dimiliki laki-laki berkulit putih itu? Mengapa aku begitu ingin mengenalnya lebih dekat…

___________

Semuanya bermula dari festival makanan di kampus. Teman-temanku mengajakku kesana. Aku berusaha menyukainya, tapi aku tidak bisa menemukan dimana letak keindahan dari mencoba makanan dari satu tempat ke tempat lain, membiarkan mulutmu kotor dengan saus di pipi.

Ayo, Soo Jung. Mereka menyuruhku, menyuapkanku makanan yang asin itu. Beberapa saat kemudian aku putuskan untuk memisahkan diri. Bukan ide bagus berada di sini.

Aku pergi ke salah satu stand buku. Tempat itu sepi, tidak ada pengunjung. Aku berdiri didepannya, membuka buku-buku obral yang tidak seru.

“Hai…”

Seseorang berbicara tepat di sampingku.

Aku kenal suara itu…

Oh Sehun

Dia sendirian. Akhirnya dia sendirian, tanpa teman-teman yang menempel seperti kutu.

Aku tersenyum dan jantungku berdetak cepat. Tidak berirama, mengetuk-ngetuk seakan ingin keluar. Aku harus menenangkan diri.

“Hai.” Aku tersenyum menyapa Oh Sehun. Kulitnya sangat bagus ketika matahari mengeksposnya. Aku berusaha fokus pada buku yang tadi kubaca, tapi Sehun mengajakku bicara.

“Kau Soo Jung kan?” Tanyanya. Aku mengangguk pelan dengan mata membesar.

Dia tahu namaku?

“Dan kau…” Aku berpura-pura tidak tahu.

“Oh Sehun.” Dia mengulurkan tangan padaku. Aku menjabat dengan senang hati, dia tersenyum manis. “Kita sekelas di kelas sejarah.”

Aku mengangguk dan berkata sering melihatnya, tapi tidak tahu namanya.

Bohong besar. Mengapa aku perlu berbohong?

Bukankah lebih mudah untuk dekat padanya jika aku berterus terang. Sama seperti saat Kai mendekatiku di kelas 7. Aku tahu namanya dan sebulan berikutnya kami berciuman di ruang tari.

Seharusnya lebih mudah…

Tapi aku menahan semuanya di depan Sehun. Aku ingin melakukannya perlahan-lahan. Lagipula, aku juga belum siap untuk membuka hatiku…

Tapi…

Oh Sehun sangat menarik di mataku. Dia tidak menyentuhku sama sekali, itu adalah pembicaraan kami yang pertama kali, dan selanjutnya kami hanya saling memandang dari jauh, seakan tahu apa yang kami rasakan.

Tidak lama setelah itu, dia mulai mengajakku bicara setelah kelas sejarah. Pembicaraan ringan yang.dimulai dari bertanya…

Dimana rumahmu?

Oh, kau suka makan di restoran itu?

Profesor Kim sangat membosankan, apa kau merasa begitu juga?

Apa kau suka bubble tea?

Kau suka rasa cokelat? Aku juga.

Lalu kami duduk bersama di kelas sejarah. Terkadang kami memilih tempat tersembunyi, dimana Profesor Kim tidak bisa melihat kami. Sehun menggambar sesuatu di bukuku sembari mengobrol, bukan tipe orang yang memperhatikan tepat dimata saat berbicara. Tapi…itu menarik.

Aku selalu suka ketika dia menopang kepalanya dengan tangan di meja, mendengarkanku bicara, dia juga balik bercerita.

Tentang keluarganya, tentang anjingnya, tentang pelayan yang dulu suka memukulnya waktu kecil, tentang liburan musim panas, pergi ke Jepang dan tersesat.

Aku mendapati, tidak butuh waktu lama untuk mengetahui semua tentang hidupnya. Oh Sehun bercerita tanpa henti, dan aku mendengarkan dengan tenang. Dia pendongeng yang ahli. Aku bisa merasakan petualangan hidupnya.

Dia jelas berbeda dengan Kai…

Butuh cukup lama aku mengetahui seperti apa kehidupan Kai. Kedua mataku yang harus menyaksikannya sendiri.

Apa aku sedang membandingkannya dengan Oh Sehun?

Mereka berdua adalah pribadi yang berbeda dan aku adalah satu orang yang sama.

Aku tidak mungkin menghadapi dengan sikap yang sama.

“Apa aku boleh tahu nomormu?” Tanya Oh Sehun setelah kelas usai.

“No…nomor? Nomor apa?” Kali ini aku tidak berbohong. Aku benar-benar tidak tahu nomor apa yang dimaksudnya? Apa nomor kartu mahasiswaku? Apa nomor registrasi? Apa…

Dia tertawa. Matanya ikut melengkung ketika melakukannya. “Nomor ponselmu.”

“Oh…astaga.” Aku memukul kepalaku beberapa kali, kesal akan kesalahan terbodoh ini.

Tangan Oh Sehun menahan tanganku, menghentikan perbuatan menyiksa diriku sendiri itu. Aku terpaku. Apa yang dilakukannya?

“Jangan suka memukul kepalamu. Itu bisa berdampak jangka panjang.” Oh, aku baru tahu itu. Aku tertawa dan memberitahunya nomor ponselku.

Hanya untuk berjaga. Ujarnya, melambaikan ponselnya didepan wajahku. Kemudian aku melihat punggung Oh Sehun.

Berjalan menjauhiku…

_____________

Katakan aku tidak sedang menunggu telepon darinya.

Aku sedang berbaring di tempat tidurku, mendengarkan musik lewat headphone dan menulis buku harian.

Oh Sehun…

Aku mulai menulis. Tidak akan pernah kehabisan kata-kata jika membayangkan wajahnya.

Oh Sehun yang tampan

Oh Sehun tersenyum

Oh Sehun yang tinggi

Oh Sehun mempunyai rambut cokelat yang indah

Oh Sehun…

Oh Sehun…

Mataku berat sekali. Aku rasa aku tertidur beberapa saat dan mengira bahwa aku pasti bermimpi…

Nama Oh Sehun terpampang di layar ponselku.

“H-halo…” Jawabku sedikit linglung.

“Soo Jung?”

Dia menyebut namaku dari seberang sana, virus bahagia menjalar di tubuhku.

“Ya?”

“Apa kau sedang tidur tadi?” Tanyanya. Aku melihat jam. Pukul 21.00.

“Tidak. Aku…hanya sedikit batuk.” Dustaku. Oh Sehun hanya mengiyakannya dan dia mulai membuka percakapan dengan pertanyaan jadwal kelas sejarah minggu depan.

Lalu sejam kemudian, setelah kupingku panas, akhirnya kami mengakhiri pembicaraan. Terasa konyol saat dia menyuruhku untuk menutup lebih dulu teleponnya. Aku menolak dan menyuruhnya begitu. Namun dia juga tidak mau. Alhasil, kami tertawa dan membiarkan telepon menganggur, karena tidak ada satu pun dari kami yang berbicara.

Kami…

Melakukannya hampir setiap hari. Inbox-ku, history teleponku, semua terisi oleh namanya.

Oh Sehun…

Aku terlalu banyak memikirkanmu…

____________

Kau tahu, hal pertama yang terlintas dipikiranku saat menemukan diriku jatuh cinta pada Oh Sehun?

Aku membuka laci meja belajarku dan mengambil salah satu foto polaroid.

Aku ingat Kai bermuka datar saat aku memanggil namanya dan memotret dirinya.

Kai…lihat kesini.

Dan foto ini keluar.

Aku menyukainya, sangat menyukainya. Aku menyimpan foto itu sebelum menyingkirkan kenangan tentang Kai.

Setiap malam aku selalu berbicara padanya. Betapa aku merindukannya, betapa aku ingin dia berada di kamarku, aku mencium foto itu, hingga akhirnya aku menyadari, Kai tidak benar-benar pergi.

Dia masih menjadi Kai yang suka mendengarkan ceritaku.

Malam itu, aku berbicara padanya.

Sebagai teman…

Sebagai sahabat.

“Aku menyukainya, Kai. Namanya Oh Sehun. Mungkin kau tidak akan suka jika melihatnya. Dia bukan tipe laki-laki kuat yang sering berkelahi, juga bukan laki-laki yang melakukan segalanya memakai kekuatan. Dia berbeda, Kai. Tapi…” Aku berguling ke sisi lain tempat tidur.

“Aku menyukainya, Kai. Aku jatuh cinta pada Oh Sehun.”

____________

Ya, aku jatuh cinta pada Oh Sehun.

Aku bahkan hampir gila ketika menemukan Oh Sehun tidak berada di kelas sejarah.

Dimana dia?

Terselip perasaan ingin mengetik pesan padanya, tapi aku memilih untuk memperhatikan Profesor Kim dan setelah itu aku baru meneleponnya.

Tidak diangkat.

Aku memberanikan diri bertanya pada salah seorang temannya yang bertubuh tinggi besar, berwajah sedikit konyol.

“Apa kau melihatnya?”

Dia menunjuk ruangan dilantai 3, diujung koridor. Dia tidak memberitahukan apa yang Oh Sehun lakukan disana.

Dari luar, aku mendengar suara musik berdentum memenuhi koridor.

Aku mengintip ke dalam ruangan dan disana…

Oh Sehun menari dengan lincah. Tubuhnya bergerak sesuai irama dan sentakan musik. Dia tidak menyadari kehadiranku, sampai akhirnya Oh Sehun melihat bayanganku di cermin.

“Hai, Soo Jung.” Dia mematikan player dan menghampiriku di depan pintu. “Kau sudah lama datang?”

“Kau suka menari?” Aku balik bertanya.

“Hanya mengisi waktu luang.” Jawabnya.

“Tapi kau melewatkan kelas sejarah.” Senandungku ingin mendengarkan jawaban lain.

Dia tergelak. “Ya, mungkin…aku hanya sedikit bosan. Aku sedang ingin menari. Itu saja.”

Hobi yang sama…

Jawaban yang berbeda.

Jika yang berdiri disana adalah Kai, dia akan berkata, “Aku sangat mencintai menari.”

Oh Sehun memang tidak menari selincah Kai, tapi dia cukup bagus. Aku menatap keringat mengalir di pelipisnya. Entah apa yang kupikirkan, aku melangkah maju mendekatinya, lalu menghapus keringat itu dengan tanganku.

“Kau mengingatkanku pada seseorang.” Kataku perlahan.

“Siapa?”

“Kau tidak mengenalnya.”

“Kai?”

Tanganku berhenti bergerak, menempel pada pipinya.

Darimana dia tahu tentang Kai.

Aku melangkah mundur sedikit, tapi Oh Sehun mengikutiku. “Jangan tanya darimana aku mengetahuinya. Aku jatuh cinta padamu, Soo Jung. Aku benar-benar jatuh cinta padamu.” Bisiknya perlahan, mengakui satu hal yang juga terjadi padaku.

Oh Sehun…

Laki-laki bertubuh tinggi, berambut cokelat yang menarik, juga bibir merah muda yang manis…

Oh Sehun…

Nama yang sering kutulis di buku harian…

Kini menciumku dengan sepenuh hati. Mataku terpejam saat bibirnya yang hangat menempel disana. Tidak bergerak sampai akhirnya aku membuka mulutku, memisahkan bibirku agar Oh Sehun dapat menciumku lebih dalam…

Lebih manis…

Lebih lembut…

Dia melakukannya dengan sangat baik. Berbeda dengan Kai yang selalu menciumku penuh hasrat dan terburu-buru.

Oh Sehun membuatnya semakin menarik, hingga aku bersumpah…

Aku tidak ingin ini berakhir.

_____________

Mungkin ini adalah ciuman keseribu atau entahlah…aku tidak bisa menghitung berapa kali Kai menciumku sampai akhirnya Oh Sehun menciumku di ruang tari.

Tapi ini terasa seperti ciuman pertama.

Aku berulang kali menyentuh bibirku, masih merasakan Oh Sehun disana. Lembut dan hangat, membawaku jatuh ke lembah surga yang indah.

Aku selalu menginginkannya…

Aku selalu menginginkannya di setiap waktu dan Oh Sehun mengerti hal itu.

Dia tidak menciumku di sudut ruangan tari, atau di tempat sepi sekali pun. Dia menggenggam tanganku di taman dan menciumku tepat di bawah pohon apel. Dia memarkirkan mobil di pinggir jalan dan menciumku.

Semua yang dia lakukan selalu tepat dan membuatku bahagia.

Aku hampir jarang menulis namanya di buku harian, karena aku tidak memerlukannya lagi. Nama Oh Sehun sudah tertulis di.hatiku, jadi buat apa aku menulisnya di buku harian?

____________

Tidak ada lagi cerita tentang Oh Sehun setelah kutulis hari jadi kami, begitu besar di tengah-tengah halaman.

Malam itu…

Menjadi malam yang tidak pernah kulupakan.

Mungkin Kai yang pertama kali menciumku, mengambil ciuman pertamaku dan meninggalkan kesan mendalam.

Namun…

Saat Oh Sehun datang ke rumahku, dimana hanya ada kami berdua, saling berusaha membuka pakaian yang melekat di tubuh kami satu sama lain.

Oh Sehun lah yang pertama kali…

Mengambil semuanya dariku.

Ya, aku mencintainya.

Salahkah?

Kami terdiam di balik selimut. Oh Sehun memainkan rambutku yang panjang. Aku menatap setiap senti wajahnya.

Dia sempurna.

“Kau tampan, Sehun.” Bisikku membelai pipinya.

“Apa itu alasan kau menyukaiku?” balasnya.

Aku menggeleng. “Aku menyukai semua yang ada padamu.” Aku mengakuinya. Mengakui semua yang ada di hatiku, tidak ada lagi kebohongan. Aku rasa Sehun juga mengerti, dia juga mempunya perasaan yang sama.

Saranghae, Soo Jung.”

Kau tahu, saat dia berbicara, tidak ada yang lebih indah dari suaranya. Aku tak perlu mendengarkan pujian yang keluar dari mulutnya. Karena saat dia menatapku seperti itu, menyentuhku dengan cara ini, membuatku meleleh seperti es krim.

Ini malam yang panjang…

Bukankah begitu, Oh Sehun?

______________

Cuaca tidak terlalu baik. Tidak seperti suasana hatiku. Hujan terus mengguyur jalanan, aku menatapnya lewat jendela kamarku.

Hari ini aku dan Sehun akan pergi camping. Membuat tenda dan api unggun, memasak air dan makan ramen. Aku rasa ini akan menjadi satu moment yang penting.

Aku mendengar suara deru mobil Sehun di depan rumah. Aku turun untuk membuka pintu dan menyuruhnya menunggu di kamarku, karena masih ada beberapa hal yang perlu kubereskan.

Aku bolak-balik keluar masuk kamar. Sehun tertawa melihatku, dia duduk di tempat tidur, terlihat manis dengan kemeja kotak-kotak ungunya.

“Aiisshh…kemana jaketku. Aku sudah menaruhnya disini.” Gerutuku sambil mengaduk-aduk tasku.

“Santai saja. Aku tidak akan kemana-mana sebelum kau siap.” Ujarnya menenangkanku.

Kulemparkan senyuman kilat sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi, lalu keluar dengan jaket pink yang kukira sudah kumasukkan.

“Aku benar-benar pikun.” Ujarku menertawai diriku sendiri. “Ah, headphone…” Aku menarik headphone diatas buku harian. Kabelnya tersangkut di antara buku harianku, alhasil buku itu jatuh ke lantai, menimbulkan bunyi debuman keras.

Halamannya terbuka dan disana…

Foto polaroid Kai meluncur mulus ke samping sepatu Sehun.

Aku mematung.

Sehun terpaku.

Kami berdua tidak bergerak seperti ada yang menekan tombol pause.

Aku menahan napasku, karena tangan Sehun terulur mengambil foto Kai dari lantai. Aku tidak bisa berpikir, aku bahkan tidak merebutnya dari tangan Sehun, membiarkannya melihat foto Kai beberapa saat lalu Sehun melihat ke arahnya.

Entahlah apa yang dirasakannya. Wajah Sehun datar tidak berekspresi. Aku menelan ludah, membuka mulut untuk menjelaskan.

Tapi dia lebih cepat.

“Ini…Kai?” Suaranya memecahkan kesunyian.

Aku mengangguk. Apa lagi yang ingin kukatakan. Itu memang Kai. Itu memang dia, wajahnya sedikit cemberut, foto ini kuambil beberapa tahun yang lalu. Aku tidak ingin berbohong.

Sehun masih memegang foto itu, tampak menimang-nimang kalimat yang ingin dia katakan.

“Kau…masih tidak bisa melupakannya?”

Kali ini aku tidak mengangguk, tidak menggeleng. Leherku kaku, tidak bisa bergerak. Lidahku kelu bagaikan terkena rasa pahit.

Sehun beranjak dari tempat tidurku. Dia mengambil buku harian di lantai, menyisipkan foto Kai disana dan memberikannya padaku.

“Seharusnya kau katakan dari awal. Bahwa kau belum siap menerimaku.” Setelah mengatakannya, sosok itu menghilang dari penglihatanku.

Oh Sehun pergi…

Aku tahu ini tidak tepat untuk lagi-lagi membandingkannya dengan Kai.

Kai tidak pernah meninggalkanku.

Tapi kini dia sudah pergi untuk selamanya. Kai benar-benar pergi dan yang sekarang memenuhi kepalaku hanyalah

Oh Sehun

Oh Sehun

Oh Sehun

Oh Sehun laki-laki bertubuh tinggi..

Oh Sehun dengan rambut cokelatnya yang menarik di pandang…

Oh Sehun dengan tariannya…

Oh Sehun dan kulit sempurnanya itu…

Oh Sehun yang mengambil jiwa dan ragaku…

Oh Sehun yang berhasil membuatku jatuh cinta…

Dia…

Pergi meninggalkanku.

Kau tahu, aku tidak menginginkan hal ini. Dia boleh melakukan apa saja padaku, semua orang di dunia ini boleh melakukan apa pun yang mereka sukai terhadapku. Tapi tidak dengan meninggalkanku.

Aku tidak ingin ada orang yang meninggalkanku.

Tidak untuk yang kedua kalinya!

Suara langkah kakiku terdengar berisik menuruni tangga, tidak peduli itu membuat semua anggota keluargaku keluar dari kamar mereka.

“Sehun, tunggu!!” Aku berlari mengejarnya sebelum dia mencapai mobil. Baju kami basah karena hujan. Dingin dan menempel di kulit, menimbulkan rasa tidak nyaman.

Kupegang tangannya dengan kedua tanganku. “Tolong dengarkan aku, Sehun. Itu tidak seperti yang kau kira…aku…”

“Kau masih memikirkannya kan?”

Aku diam.

“Kau masih menyimpan fotonya, aku tidak bisa menggantikan Kai di hatimu. Iya kan?” suara Sehun mematikan aliran darahku, hujan menyakiti kulitku, mungkin sebentar lagi aku akan berakhir menyedihkan seperti seonggok benda tak berguna.

Tidak ada satu pun pertanyaan Sehun yang bisa kujawab. Aku membiarkan diriku terjatuh berlutut di aspal, memandang mobil Sehun yang menjauh dari rumahku.

_____________

Seharusnya saat ini aku berada di dalam sebuah tenda, segelas cokelat panas ditangan, bersama Oh Sehun disampingku.

Seharusnya malam ini aku tidak tidur sendirian.

Seharusnya malam ini aku merasakan pelukan hangat Oh Sehun.

Seharusnya aku tidak tidur di kamarku dan bergelinangan air mata.

Seharusnya…

Seharusnya…

Oh Sehun berada disini bersamaku.

Aku menangis pahit semalaman. Ada berpuluh-puluh pesan yang kukirim padanya, bermacam-macam kalimat yang kukatakan, tapi tak ada satu pun yang kurasa tepat…

Tidak ada satu pun yang dimengerti Oh Sehun.

Aku tidak meminta waktu berbalik ke beberapa jam yang lalu, menahanku untuk tidak mengambil headphone itu dan Oh Sehun tidak akan melihat foto Kai.

Buku harianku tergeletak menyedihkan, sama sepertiku saat ini. Aku membawanya ke pelukanku. Disana ada foto Kai. Aku tidak berbicara padanya malam ini.

Aku mencoba menghapus bayangan Oh Sehun dari kepalaku, namun gagal. Lagi-lagi aku menangis pilu.

Mungkin…

Orang-orang berkata benar.

Mungkin aku hanya bisa mencintai satu orang.

Mungkin hanya Kai satu-satunya cinta dalam hatiku.

Aku jatuh terlelap, masih memeluk buku harian sampai pagi menjemput. Dimana aku mengira hari kemarin adalah mimpi, tapi aku menyadari benar.

Oh Sehun pergi meninggalkanku adalah kenyataan yang terjadi.

Aku seharusnya tahu saat aku memasuki kelas sejarah, aku akan bertemu dengan Oh Sehun.

Dia tidak melihat ke arahku. Tidak sekali pun.

Aku duduk di barisan belakang, dimana kami sering duduk bersama, sedangkan Oh Sehun lebih memilih barisan depan diantara teman-temannya.

Kelas usai tepat ketika aku berhenti melamun, temanku melambaikan tangannya tepat di depan wajahku. Dia bertanya apa yang terjadi antara aku dan Oh Sehun. Aku hanya mengangkat bahu dan pergi melewati Oh Sehun yang juga berdiri dari bangkunya.

Aku tahu dia pasti melihatku, tapi aku segera berlari keluar kelas dengan tangisan tertahan.

Itu adalah moment tersedih nomor dua setelah kepergian Kai. Aku tidak menyangka akan merasakannya.

Apakah aku salah?

Jika mencari kebahagiaan itu sendiri?

Berminggu-minggu aku selalu duduk berjauhan dengannya, tidak bertegur sapa, kami bukan lagi yang seperti dulu.

Tapi kenapa…

Kenapa sangat sulit melupakannya?

Oh Sehun yang sulit dilupakan.

Tambahku di buku harian. Oh Sehun sulit dienyahkan, Oh Sehun begitu melekat di otakku, dihatiku, di buku harianku…

Dia ada dimana-mana…

Oleh karena itu…semua yang kupikirkan hanyalah dia.

Hanya Oh Sehun.

Kupikir semuanya sudah berakhir, dia tidak akan pernah mengingatku lagi, benar-benar menghapusku.

Tapi itu tidak benar.

Aku sedang berjalan menuruni tangga. Kukira aku adalah makhluk terakhir yang berada di kampus, namun ada suara yang memanggilku.

Suara ringan Oh Sehun…

Aku menoleh dan mendapatinya berada beberapa anak tangga di atasku. Tidak ada satu patah yang keluar dari mulutku, membiarkan kesunyian melingkupi kami berdua.

“Soo Jung…” Panggilnya lagi, lebih perlahan sambil menuruni tangga.

“Jika ini tentang Kai, aku tidak ingin membicarakannya, Sehun.” Kataku, berbalik untuk berjalan lagi, tapi tangan Sehun tiba-tiba merengkuh tubuhku dari belakang, begitu erat.

“Maafkan aku, Soo Jung. Maafkan aku…” Bisiknya di telingaku.

Dia berhasil membuatku meneteskan air mata lagi. Berapa liter air mata yang diingini Oh Sehun? Berapa kali lagi aku harus kehilangan orang yang kucintai?

Maaf. Kata itu terdengar lucu ketika Oh Sehun mengatakannya berkali-kali.

Maafkan aku, Soo Jung.

Maafkan aku, aku benar-benar tidak mengerti dirimu.

Maafkan aku, aku…aku tidak ingin kehilanganmu, Soo Jung.

Maafkan aku, aku mencintaimu. Ini semua salahku. Kau boleh membenciku. Kau boleh memukulku jika itu dapat membuatmu memaafkanku…

Aku melepaskan diri darinya. Tersenyum dalam tangis. Sehun jelas kebingungan, dia mengira aku akan pergi tanpa mempedulikannya.

Mana bisa begitu, Oh Sehun?

Aku menghentikan ocehannya dan mencium bibirnya yang hangat. Aku merindukan hal ini. Aku hampir mati karena tidak merasakan apa yang harus kurasakan dari Oh Sehun begitu lama. Tanganku meremas rambut cokelatnya yang halus.

Oh Sehun mendorongku ke dinding agar dia bisa menciumku lebih dalam dan penuh perasaan.

“Maafkan aku, Soo Jung. Aku menerimanya jika dihatimu hanya ada Kai. Aku tidak peduli. Aku tidak bisa kehilanganmu, Soo Jung. Aku terlalu mencintaimu.” Ceracau Oh Sehun, sedangkan aku tertawa bahagia.

Jarak kami hanya terpaut beberapa senti. Napasnya sangat menyenangkan meniup perlahan wajahku.

“Apa kau tidak menyadarinya selama ini, Oh Sehun?”

“Apa? Apa yang tidak kusadari? Katakan padaku, Soo Jung.” Dia mengecup bibirku singkat.

Aku melengkungkan bibirku, membentuk seulas senyuman.

“Kaulah yang selalu kupikirkan.”

______________

Aku ingin mendapati diriku menulis kata: Happy Ending, terukir di buku harianku.

Dan aku mendapatkannya.

Hari selalu berakhir dengan baik dan bahagia selama Oh Sehun berada di sampingku.

Sampai kami berjalan di altar

Sampai kami mengucapkan sumpah itu

Sampai kami mempunyai banyak anak

Sampai rambut kami memutih

Duduk di kursi goyang, berpegangan tangan…

Selamanya akan seperti ini.

“You’re all I think, Oh Sehun.”

-The End-

Gimana? Gimana?

Puas? Seneng? Sedih? Terharu? Kali ini author bikin jadi happy ending kan yaahh hehehe 😀

Lebih suka krystal sama kai ato sama sehun, hayo??

So, jangan lupa nantikan ff selanjutnya ya. dan di comment chingudeul

Jangan di diemin aja, kan author nulisnya pake keringet sama otak buat chingudeul tersayang #halah!

Gamsahamnida 😀

24 thoughts on “[FREELANCE] You’re All I Think, Oh Sehun Sequel of “I Loved You With Half of My Heart”)

  1. Kerennnnnnnnnnn bangeeeeetttt aaaaa kata katanya nyentuh bangettttt. sumpah katakatanya gimana ya sopan tapi jelas tapi jleb bangettttt pokoknya ni ya Thousand tumbhs buat ini ff ‘-‘)bbbbbbb

  2. Disini sehun orgnya lembut n hobinya sana spt kai…ceritanya benar2 bagus n aku suka. Hayoo buat cerita yg lbh bagus n ga gebosanin supaya bisa dibaca berulang2.

  3. bagus bangeeet TT.TT feel nya dapet bgt dan kata2nya bagus
    aku sampe kebawa suasana gara2 baca ini :’) aku suka Hunstal ^^
    bikin ff hunstal algi yaaa 😀

Leave a reply to exoticdongmin Cancel reply