Together, Forever.

tumblr_mq443voFLY1s7lc3ho1_500 copy

presented by  Xiffryz

staring by Kai – Krystal

Ficlet || Romance, Angst || Teen

“Maaf.”

Suara dinginnya menyusupi gendang telingaku, seiring dengan cahaya temaram lampu kota yang membias di atas genangan air. Kakinya bergerak perlahan, membuat riak-riak air bermain di jemarinya.Tangan bekunya menggapai tanganku, berusaha mengaitkan jarinya dengan milikku.

“Untuk apa?” tanggapku, sendu.

Kai menatap iris cokelatku nanar. Manik matanya memancarkan nuansa kelam, selaras dengan bayanganku yang tercermin di sana. Kurasa ragu kembali menyambangi hatinya, membuatnya tergugu lagi, malam ini. “Untuk segala perlakuanku yang telah membuatmu–”

“Itu bukan kesalahanmu,” potongku.

“Kesalahanku, Krystal,” ucap Kai, seraya memberikan tatapan menusuk pada mataku. “Karenaku, kau dijauhi semua orang.”

Aku terdiam, mematung.

Kai telah berubah.

Kai yang sekarang, bukanlah Kai yang periang seperti dulu. Bukan Kai yang selalu optimis, apa pun yang terjadi. Bukan Kai yang selalu menghiburku jika ada masalah; bukan lagi Kai dengan senyum lebar yang menghiasi garis muka sempurnanya.

Bukan lagi Kai yang… aku cintai.

Penyesalan telah menjebloskannya ke dalam dunia muram yang seakan tanpa batas. Pandangan hina dan cemooh orang-orang semakin menekannya—membuatnya seakan harus selalu menunduk setiap waktu; setiap detik. Racauan dan erangan frustrasi mungkin sudah menjadi konsumsinya sehari-hari.

Kai difitnah. Ya, dituduh melakukan sesuatu yang fatal. Ia hanya berusaha menyelamatkanku dari pemuda-pemuda yang ingin menanamkan seonggok daging kehidupan di dalam rahimku—tetapi, justru ia yang divonis sebagai tersangka. Berita simpang-siur itu melalang buana dengan cepat, pada hari itu pula semua orang menatap kami jijik.

Termasuk orangtuaku.

Mereka bahkan tak lagi menganggapku anak—aku diusir dengan cara sedemikian rupa.

Aku geram, tentu saja. Hanya karena kabar burung yang bahkan dilontarkan seorang pendusta, mereka percaya begitu saja?

Media gila!

Dan di sinilah aku, bersama Kai, berminggu-minggu duduk di pelataran kumuh. Berusaha memikirkan nasib kami selanjutnya.

“Krystal,” ujar Kai, mengeratkan genggamannya pada jemariku. “Apa yang kau lakukan setelah ini?”

Aku termenung beberapa menit, sebelum akhirnya mengangkat bahu sebagai jawaban.

“Kita telah diusir oleh orangtua masing-masing,” Kai berkata disusul dengan sebuah dehaman. “Nama kita juga sudah ternodai karena mulut-mulut busuk itu. Tidak ada lagi yang mau melihat kita, Krys.”

“Lalu?”

“Aku tak yakin kita akan bertahan hidup dalam kesengsaraan ini,” jawab Kai pelan.

Aku membulatkan iris mataku perlahan—tak percaya. “Apa yang kau pikirkan, Kai? Selama kita masih bersama, aku jamin hidup kita akan terus berlangsung.”

Kai tertawa mencemooh. “Krystal, pakailah otakmu sedikit.”

“Aku serius, Kai.”

“Aku bukan dewa,” sahut Kai, sarkastis. “Aku tidak dapat menghidupimu dengan kesejahteraan, kesuksesan, atau apa pun yang harusnya kau dapatkan. Status sosialmu tinggi, tetapi untuk makan sesuap saja, berapa banyak ocehan yang harus kita terima?”

“Tidak, aku tidak butuh derajat atau sebagainya,” tanggapku sembari mengerutkan dahi. “Aku sudah ditendang dari keluargaku, status itu tidak berlaku lagi. Aku bisa tahan berhari-hari tanpa makan. Aku bisa saja mengemis, menjadi musisi jalanan, atau petugas dinas kebersihan, demi mendapatkan makanan.”

Kai terdiam, dagunya bertopang pada jemarinya—seperti sedang berpikir. “Hanya itu? Hanya itukah sirkulasi kehidupanmu?”

Kali ini giliran aku yang terdiam.

“Kau berusaha hidup dalam kemelaratan seperti ini? Memangnya kau bisa?” lanjut Kai, membuat hatiku mencelos lebih dalam. “Ingat, Krys. Sedari kecil, bukan kehidupan seperti inilah yang kita pelajari untuk dijalani. Kita terlahir dalam keluarga berkecukupan. Kita tidak dilatih untuk bertahan hidup di kondisi seperti ini.”

“Kalau begitu, kita harus apa?” pekikku, frustrasi. “Kehidupan apa yang harus kita jalani, Kai?”

“Aku tak tahu,” ujar Kai, pelan namun misterius. “Tapi, selama aku bisa bersamamu, aku yakin aku bisa terus bertahan hidup.”

“Lalu kenapa kau tidak menyetujui pendapatku tadi?”

“Karena aku ingin mengajakmu ke tempat yang jauh lebih indah,” Kai menyeringai sembari mencondongkan badannya ke arahku. Aku melangkah mundur dengan takut-takut.

“A-apa itu, Kai?”

“Surga,” ujar Kai sambil menunjukkan sebuah benda tajam, berwarna keperakan berkilau yang diarahkan tepat di depan mataku.

Manik mataku membulat sempurna.

“Kai!”

“Ayo kita mati bersama, Krystal. Agar kau bisa berada di sisiku—begitu pula sebaliknya—untuk selamanya.”

the end.

A/N: Aduh, ini failed banget masa;; aku bikin ini ngebut. Malem-malem, udah gak ada ide lagi yang muncul. Jadi maaf ya kalau gak nyambung, kependekan, atau apa—aku frustrasi banget soalnya. Bikinnya di sela-sela persiapan kemah hahaha.

Don’t forget to give me some reviews!

9 thoughts on “Together, Forever.

Leave a reply to Eunyoo Cancel reply